Kamis 13 Nov 2014 16:41 WIB

Kenaikan BBM akan Tekan Defisit Fiskal

Rep: C81/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang nelayan terlelap di kapalnya yang berlabuh di pantai utara daerah Eretan, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (26/8).Akibat langka BBM jenis solar di jalur pantai utara,para nelayan tidak melaut.
Seorang nelayan terlelap di kapalnya yang berlabuh di pantai utara daerah Eretan, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (26/8).Akibat langka BBM jenis solar di jalur pantai utara,para nelayan tidak melaut.

EKBIS.CO, JAKARTA - Pakar Ekonomi DBS Gundy Chayadi, menyarankan pemerintah agar segera menaikkan BBM. Kenaikan harga BBM ini dinilai penting untuk mengurangi tekanan terhadap defisit fiscal dan neraca pembayaran yang dapat melemahkan rupiah.

"Selain itu, pengurangan subsidi akan menekan penyeludupan BBM dan pemerintah bisa mengalihkan dan subsidi untuk program yang berdampak lebih luas bagi publik, seperti pembangunan inftastruktur," ungkapnya, Kamis (13/11).

Gundy juga menyarankan, agar pemerintah menaikan BBM pada kisaran 30 persen hingga 40 persen untuk menjaga kestabilan ekonomi. "Itu kisaran Rp 1500 hingga Rp 2 ribu rupiah, itu pas," ungkapnya.

Selain itu, kenaikan harga BBM bersubsidi harus tetap terlaksana. karena meski saat ini harga minyak mentah sedang mengalami penurunan, harga minyak dunia masih fluktuatif. "Harga minyak memang turun 5 bulan terakhir ini, tapi kita tidak tahu pergerakan kedepan," ungkapnya.

Karena menurutnya, dinamika pasar global memang melihat kondisi ekonomi dunia. "Karena memang seperti itu,  jika perekonomian terlihat postif pasti harga minyak ikut naik juga," jelasnya.

Apalagi, saat ini harga rupiah terhadap Dollar Amerika saat ini mengalami pelemahan, sedangkan harga minyak turun. "Artinya, harga beli kita untuk minyak itu tetap. Karena beriringan. Sama saja artinya," ungkapnya.

Soal waktu kenaikan, Gundy merasa lebih cepat akan lebih baik. Sebab, persoalan defisit neraca pembayaran yang terus menghatui pasar akan segera teratasi jika BBM dinaikan. "Ini juga akan berdampak positif bagi rupiah," katanya.

Karena, lanjut Gundy kenaikan harga BBM akan berpengaruh besar terhadap prospek pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi Indonesia kedepannya. "Kenaikan harus tetap dulakukan. Apalagi saat ini, selisih antra harga BBM subsidi dan non subsidi terlalu besar," katanya.

Saat ini, selisih antara harga BBM bersubsidi dan nonsubsidi masih dalam kisaran 40 persen atau sekitar Rp 1500-2000, jadi harus dinaikan. Apalagi gejolak harga minyak dan nilai tukar rupiah juga belum menentu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement