EKBIS.CO, JAKARTA - Ekonom Bank Central Asia David Sumual menghitung kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubdisi akan memicu inflasi akhir tahun berada di kisaran 7,5 persen. Ini hampir sesuai dengan hitungan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat pemerintah mengumumkan kenaikan BBM bersubdisi, Senin (17/11) malam.
David menjelaskan, setiap kenaikan tarif BBM sebesar 10 persen akan menyumbang tambahan inflasi 0,8 persen. Karena BBM bersubdisi naik Rp 2000/liter atau sekitar 30 persen dari harga sebelumnya, maka tambahan inflasi mencapai 2,4 persen.
"Tinggal dikalikan tiga saja. Jadi, hitungan pak Bambang sudah benar. Dengan baseline inflasi 5,3 persen, maka inflasi akhir tahun di kisaran 7,5 persen," kata David ketika dihubungi melalui sambungan telepon.
David memperkirakan inflasi bisa turun ke kisaran 6,5 persen pada tahun depan jika tidak ada lagi kenaikan harga BBM, bahkan bisa berada di kisaran 5 persen. "Karena kita menaikkan BBM pada November, jadi efeknya sudah akan hilang pada Desember tahun depan. Akan normal efeknya seperti kenaikan BBM tahun lalu yang juga sebesar 30 persen," ujarnya.
Kenaikan sebesar Rp 2000/liter dinilainya juga sudah sesuai dengan ekspektasi. Sebab, harga minyak dunia saat ini sedang turun di bawah 80 dolar AS per barel. Dia memperkirakan beban subsidi yang masih ditanggung pemerintah hanya sebesar Rp 500 - Rp 1000 per liter.
Menkeu Bambang Brodjonegoro sebelumnya menyampaikan bahwa dengan kenaikan harga Rp 2000 per liter, tambahan inflasi 2014 ada di kisaran 2 persen. Dengan asumsi inflasi akhir tahun pada APBN-P sebesar 5,3 persen, maka inflasi pada 2014 menjadi 7,3 persen.