EKBIS.CO, JAKARTA -- Dalam beberapa waktu terakhir neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit karena banyaknya jumlah impor. Untuk memperbaiki perekonomian Indonesia, pemerintah mulai berbenah diri dengan membuka peluang investasi untuk membangun infrastruktur.
Sejumlah kerjasama perdagangan dan investasi mulai dijalin oleh pemerintah antar negara maupun sektor swasta. Uni Eropa merupakan tujuan pasar ekspor terbesar bagi Indonesia. Namun selama ini ekspor Indonesia ke Uni Eropa mengalami hambatan tarif maupun non tarif, termasuk untuk komoditi Crude Palm Oil (CPO) dan ekspor ikan tuna.
Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla mengharapkan, Eropa dapat bersikap adil dalam menjalankan perdagangan dan tidak mengenakan diskriminasi terhadap beberapa produk Indonesia. Dalam situasi perdagangan dunia yang makin terbuka dan saling bergantung, hendaknya tindakan yang tidak adil dapat dikurangi.
Menurut Jusuf Kalla perekonomian dunia saling bergantung, apabila Eropa tumbuh maka Asia juga akan ikut tumbuh, begitu pula sebaliknya. "Tindakan perekonomian yang adil dan saling menguntungkan perlu didukung dan Indonesia juga harus menjalankannya," ujar Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu (19/11).
Produk CPO asal Indonesia tidak hanya dikenai hambatan tarif namun juga diserang kampanye hitam di Uni Eropa, mulai dari isu lingkungan, seperti deforestasi, serta isu kesehatan. Hal tersebut tentu saja dapat menurunkan ekspor CPO Indonesia ke sejumlah negara-negara di Eropa.
Padahal setiap tahun rata-rata ekspor CPO Indonesia ke Eropa mencapai 3,5 juta ton, sedangkan kebutuhan CPO Eropa mencapai 6,3 juta ton. Sementara itu, Malaysia berada di tempat kedua dengan nilai ekspor mencapai 1,5 juta ton.
Uni Eropa merupakan pasar ekspor terbesar nomor dua setelah Jepang. Nilai ekspor Indonesia ke Eropa mencapai sekitar 2,4 miliar dolar AS setahun. Selain itu, investasi Uni Eropa di Indonesia juga cukup tinggi, bahkan kemungkinan akan terus bertambah seiring dengan dibukanya pintu investasi besar-besaran oleh Presiden Joko Widodo.
Hambatan tarif tak hanya dialami oleh CPO, namun juga di sektor perikanan. Ekspor ikan tuna Indonesia ke Eropa dikenakan tarif bea masuk yang tinggi yakni sekitar 24 persen. Hal ini dikarenakan tidak ada perjanjian bebas antara Uni Eropa dan Indonesia.