Rabu 26 Nov 2014 17:43 WIB

Kadin: Mau Investasi Tinggi, Jaga Upah Buruh

Rep: C87/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Buruh yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) saat berunjuk rasa menolak upah murah, di Semarang, Jateng, Selasa (11/11). (Antara/R. Rekotomo)
Buruh yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) saat berunjuk rasa menolak upah murah, di Semarang, Jateng, Selasa (11/11). (Antara/R. Rekotomo)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Upah buruh yang kecil dinilai bisa menciptakan iklim investasi yang baik di Indonesia. Dikhawatirkan, upah buruh yang tinggi menyebabkan investor lari ke daerah lain.

Ketua Kadin, Suryo Bambang Sulistyo, mengatakan pemerintah harus berhati-hati dengan desakan kenaikan upah buruh pascakenaikan harga bahan bakar minyak. Dia mencontohkan, tingginya upah buruh di Cina menyebabkan investor lari ke Vietnam dan Indonesia.

"Kalau kita ingin mendorong investasi di industri padat karya maka kita harus menciptakan iklim yg menarik bagi mereka masuk sini, salah satu adaahl upah buruh yang harus kita jaga," kata Suryo di sela-sela acara Forum Ekonomi Indonesia di Ritz Carlton, Jakarta Pusat, Selasa (25/11).

Menurutnya, saat ini banyak perusahaan yang memakai robot mesin untuk menggantikan buruh, sebab buruh terlalu menuntut upah yang tinggi. Tuntutan kenaikan upah buruh juga harus diimbangi dengan kenaikan produktivitas buruh.

"Terutama industri yang padat karya, kita harus menjaga agar upah buruh tetap bersaing. Perusahaannya harus untung, salah satu faktor perusahaan untung upah buruh jangan terlalu tinggi, harus bersaing," imbuhnya.

Menurutnya, investor sangat sensitif terhadap upah buruh karena industri padat karya mempunyai banyak buruh. Dia menilai persoalan tersebut perlu dibicarakan bersama antara buruh, pengusaha, pemerintah agar bisa menciptakan iklim investasi yang menarik tapi tidak menyimpang dari aturan.

"Kalau upah buruh mahal ya cari negara lain," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Ekonom Standar Chartered Bank, Fauzi Ikhsan, mengatakan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tidak begitu berpengaruh terhadap sektor riil. Sebab, lebih dari 30 persen sektor riil tidak tunduk terhadap UMP melainkan hanya perusahaan-perusahaan besar yang tunduk terhadap UMP.

"Kalau misalnya ada Pemda yang bersikeras kenaikan UMP secara tajam dan lebih tinggi dari kenaikan produktivitas, investor akan lari ke provinsi yang market friendly," ujarnya. Dia mencontohkan sejumlah investor perusahaan tekstil yang lari ke Jateng. Sebab, UMP-nya lebih rendah dan infrastruktur tidak buruk.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement