Jumat 28 Nov 2014 05:07 WIB

BI Harus Percepat Perubahan Perhitungan LDR

Rep: Ratna Puspita/ Red: Julkifli Marbun
Bank Indonesia
Foto: Prayogi/Republika
Bank Indonesia

EKBIS.CO, DENPASAR -- Bank Indonesia (BI) perlu mempercepat rencana penggunaan loan to funding ratio (LFR) sebagai salah satu indikator likuiditas bank. Penggunaan LFR yang memasukkan sumber dana bank dari obligasi dan pinjaman bilateral bakal memberikan ruang bagi bank untuk melakukan ekspansi.

Direktur The Finance Research Eko B Supriyanto mengatakan, selama ini indikator likuiditas bank dilihat dari rasio kredit hanya terhadap dana simpanan nasabah atau loan to deposit ratio (LDR).

"LDR kita sudah mentok, sementara pertumbuhan dana terseok-seok," kata dia dalam Diskusi "Sumber Pendaan Perbankan" yang diselenggarakan BTPN di Denpasar, Bali, Kamis (27/11) malam.

Menurut Eko, perubahan perhitungan indikator likuiditas bank bukan hal yang aneh. Indonesia pernah melakukan hal serupa pada 1988, 1993, dan 2003. Dia menambahkan, perhitungan LDR tergantung kebutuhan dan konteks ekonomi Indonesia.

Eko menambahkan BI juga sudah melakukan berbagai kajian untuk melakukan perubahan tersebut. "Sekarang yang ditunggu apakah regulator punya nyali. Saya optimistis Pak Agus (Martowardoyo) punya nyali untuk melakukan itu," kata dia.

Rumus perhitungan LDR yang dijadikan indikator likuiditas bank, yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank dibagi dengan jumlah dana pihak ketiga. Dana pihak ketiga termasuk giro, tabungan, dan deposito berjangka.

Rumus tersebut berlaku sejak 2003 serta berbeda dengan perhitungan pada 1988 dan 1993. Perhitungan LDR pada 1998 dilakukan karena pemerintah sedang menggenjot pembangunan. aka, dia menerangkan, rumus yang digunakan, yaitu jumlah kredit yang disalurkan bank dibagi dengan jumlah dana masyarakat.

Dana masyarakat, Eko menyebutkan, terdiri dari giro, kewajiban-kewajiban lainnya yang harus segera dibayar, tabungan, simpanan berjangka, setoran jaminan, pasiva dalam valuta asing. Pada 1993, pemerintah merumuskan LDR merupakan kredit dibagi dana pihak ketiga ditambah modal sendiri.

Eko pun berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyetujui usulan tersebut. "BI dan OJK bisa ubah perhitungan LDR, itu tidak dosa karena memang terkait kewenangan mereka," kata dia.

Perbankan Tanah Air dihadapkan pada kondisi likuiditas ketat karena tingginya LDR. LDR bank umum per Maret tercatat sebesar 91,17 persen. Peningkatan LDR ini tidak sebanding dengan perolehan dana pihak ketiga.

Kondisi ini harus segera diatasi. Sebab, Eko menyatakan, ini untuk mencegah perang suku bunga antara bank-bank di Tanah Air. "Bank bakal bunuh-bunuhan, suku bunga akan dinaikan sesuka mereka," kata dia.

Dia juga memprediksikan, LDR bank umum pada akhir 2018 akan melewati 100 persen. Di sisi lain, perbankan masih bakal kesulitan meningkatkan modal. Kondisi ini menyebabkan daya tahan dan kemampuan ekspansi perbankan mengalami penurunan. Jika pertumbuhan kredit masih tetap maka perbankan akan tertekan likuiditas.

Di sisi lain, Eko juga mengingatkan struktur perbankan di Indonesia yang tidak ideal. Dengan tantangan likuiditas dan permodalan, dia menyatakan, konsolidasi merupakan jalan terbaik. "Melakukan merger karena jumlah bank terlalu banyak sedangkan efektivitas tidak ada. Ini yang harus diperhatikan," kata dia.

Namun, dia juga menyadari kesulitan menggabungkan dua bank di Indonesia. Penggabungan dua bank milik swasta merupakan hal yang mustahil. Sebab, bank swasta biasanya terkait dengan gengsi pemilik bank.

"Penggabungan dua bank swasta sama saja memberitahu borok. Sedangkan penggabungan bank milik Badan Usaha Milik Negara bakal terganjal urusan politik," kata Eko.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement