EKBIS.CO, Oleh: Zaky Al Hamzah
Pada suatu sore, seorang pemulung besi tua mendatangi kantor Baitulmal wa Tamwil (BMT) Papua di Jalan Kampung Timur, Kecamatan Merauke, Kabupaten Merauke, Papua. Dia tiba di kantor itu selepas menjual barang rongsokan kepada salah satu pengepul atau penampung barang-barang bekas dari para pemulung. Baju dan celana yang dikenakan pemulung ini masih lusuh. Alas kakinya pun hanya dilindungi sandal jepit.
Sesaat sebelum masuk kantor, dia meletakkan karung berisi besi-besi tua dan rongsokan lain di dinding luar kantor dua lantai itu. Meski demikian, sosok pemulung ini masuk ke kantor BMT dengan kepercayaan diri, tidak lagi malu-malu atau takut. Hal itu terlihat ketika di depan meja teller, dengan kepercayaan diri, dia menyodorkan uang Rp 10 ribu dari kantung celana kepada petugas teller BMT tersebut. Uang itu untuk ditabung. Setelah urusan menabung selesai, pemulung itu keluar kantor BMT.
Demikian cerita Sugiyono, general manager BMT Papua, kepada Republika saat mengikuti kunjungan pengurus BMT ke Malaysia, beberapa waktu lalu. Sugiyono mengatakan bahwa pemulung tersebut merupakan satu dari 850 orang nasabah di BMT
Papua yang berdiri pada 3 Agustus 2010. Dari puluhan pemulung, ada sejumlah pemulung yang memiliki simpanan hingga Rp 2 juta. Pemulung tersebut mau menabung di BMT karena berkenan menerima simpanan dalam jumlah kecil, bisa Rp 2 ribu per sekali transaksi. “Hanya lembaga keuangan mikro semacam BMT ini yang berani menerima tabungan nasabah serendah mungkin,” ujarnya.
Di Merauke, pendapatan minimal pemulung sekitar Rp 50 ribu per hari. Bila tak disimpan, uang sebanyak itu bisa habis dalam sehari, untuk minum minuman keras atau membeli barang lain yang tidak perlu. Apalagi, sebagian kultur warga adalah menghabiskan uang simpanan. Padahal, dengan simpanan itu, pemulung bisa membuka usaha, sehingga bisa membuka lapangan kerja. Awalnya, belum ada pemulung percaya jika uang simpanan bisa membuat mereka sejahtera. Namun, setelah diberi pengertian secara rutin dari rumah ke rumah, sejumlah pemulung akhirnya bersedia menyimpan dana di BMT Papua tersebut.
Selain pemulung, nasabah BMT ini adalah petani, peternak, pedagang, perantau, transmigran, maupun pelajar. Selain simpanan, BMT ini melayani pembiayaan modal barang, seperti benih, pupuk, atau barang dagangan, juga melayani jasa pembayaran listrik, telepon, dan tiket pesawat.
Sugiyono sendiri merupakan sosok transmigran asal Purwodadi, Jawa Tengah, yang menetap di Merauke sejak 1996. Sebelum menjadi pengurus BMT Papua, Sugiyono menjadi ketua koperasi setempat (2008-2010) dan pemilik bengkel motor. Sugiyono ingin membuktikan bahwa seorang transmigran pun bisa membuka usaha perbankan skala mikro di daerah pedalaman dan berhasil meyakinkan warga setempat untuk menyimpan dananya di lembaga keuangan mikro sekaligus bisa menjadi agunan dalam pengajuan modal usaha. "Warga setempat atau pemulung tersebut juga bisa membuka usaha, sehingga tidak selamanya menjadi pemulung atau buruh tani karena tak memiliki lahan sawah atau kebun," katanya. Saat mendirikan bengkel sepeda motor, Sugiyono juga sukses memberdayakan anak-anak muda yang menganggur menjadi montir.
Khusus untuk perkembangan BMT Papua, dia mengisahkan, modal awal yang dibutuhkan adalah sebanyak Rp 80 juta. Saat BMT kali pertama berdiri, sudah memiliki 100 nasabah dengan tabungan Rp 20 juta. Belum lama ini, BMT tersebut sudah memiliki 850 nasabah hanya dari satu kecamatan. "Dari simpanan awal Rp 20 juta, kini menjadi Rp 1,6 miliar," tuturnya. Sebagian nasabah di antaranya justru beragama non-Muslim. Data 2009, kabupaten ini memiliki 286 unit koperasi dari 22 jenis koperasi dengan 33.780 orang anggota.
Ketua Umum Perhimpunan BMT Indonesia, Joelarso mengatakan, sampai pertengahan 2011, tercatat 187 BMT tersebar di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta, Bali, Kalimantan Barat, Lampung, dan Sulawesi Tenggara. Joelarso senang kesuksesan BMT Papua di tengah masyarakat yang beragama non-Muslim. Keberadaan BMT tersebut diharapkan menjadi solusi pembiayaan bagi warga sekitar sekaligus menciptakan wirausahawan baru sehingga membuka lapangan pekerjaan baru.
Keberadaan BMT, kata Joelarso, menjadi peluang positif bagi para transmigran dan warga setempat. Selain solusi pembiayaan, juga sebagai ruang silaturrahim transmigran dengan warga asli. "Harus diakui transmigrasi telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembangunan. Transmigrasi pernah menjadi primadona. Pada Orde Baru, jumlah transmigran sebanyak satu juta orang dalam lima tahun," tuturnya kepada Republika. Ia melanjutkan, "Kesuksesan Sugiyono harusnya menjadi daya tarik menghidupkan kembali program transmigrasi. Terutama, bagi pengangguran, tenaga kerja Indonesia (TKI), korban bencana alam, maupun konflik sosial di Pulau Jawa."
Joelarso mengemukakan, BMT memiliki beberapa keunggulan yang sudah terbukti. Pertama, menurut dia, BMT sebagai koperasi yang dipercaya masyarakat luas untuk menyimpan dananya. Keunggulan kedua, sebagai koperasi yang memberi edukasi masyarakat agar giat menabung dan merencanakan keuangannya.
Poin ketiga, kata dia, BMT sebagai koperasi yang telah memberi pembiayaan mudah dan murah kepada anggota, yang mayoritas adalah usaha mikro. "Keempat, sebagai usaha yang beroperasi secara syariah BMT mendidik hidup yang baik secara Islami," kata dia. BMT, lanjutnya, juga mendorong masyarakat memiliki sikap produktif dan tindakan produktif.
Dalam sejarahnya, anggota Majelis Wali Amanah Perhimpunan BMT Indonesia, Saat Soeharto Amjad, menambahkan Perhimpunan BMT Indonesia yang dikenal pula sebagai BMT Center diprakarsai oleh 12 BMT yang disetujui oleh 96 BMT saat deklarasi pada 14 Juni 2005 di Jakarta. Semula, Perhimpunan BMT Indonesia hanya beranggotakan sejumlah BMT di Pulau Jawa. Kini beranggotakan 550 BMT dari 11 provinsi yang tersebar di Indonesia, delapan di antaranya sudah terbentuk kepengurusan wilayah dan daerah.
Pada Agustus 201, sebanyak 550 BMT anggota mengelola dana sekitar Rp 11 triliun, yang diperkirakan merupakan 75 persen dari total kelolaan BMT se-Indonesia. Jumlah orang yang dilayani mencapai 2,7 juta keluarga. "Kini BMT telah mampu merekrut lebih 10.000 insan BMT yang memberikan layanan dari 800-an kantor layanan," kata Saat Soeharto. Menurut dia, pertumbuhan aset mencapai 35 persen per tahun dan kontraksi ekonomi Indonesia telah diperkirakan.
Memperhatikan fakta tersebut, pemerintah bisa menyinergikan lembaga keuangan independen, seperti BMT, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan perusahaan swasta. Sinerginya berupa program mencetak transmigran dan warga asli menjadi wirausahawan.
Hal ini seperti termaktub dalam Ayat 1-4, Pasal 8 UU Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian, yang berbunyi:
(1) Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan mengikutsertakan badan usaha sebagai mitra usaha transmigran.
(2) Dalam mengikutsertakan badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bertindak selaku penanggung jawab pelaksanaan transmigrasi.
(3) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjalin hubungan kemitraan usaha dengan transmigran.
(4) Hubungan kemitraan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlangsung setara, adil, saling menguntungkan, dan berkelanjutan.
Direktur Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Indonesia, Peter van Rooij, mengatakan, ILO mendukung peningkatan daya saing UKM di Indonesia, terutama menghadapi tantangan ekonomi. Sepanjang 2014 ini, Kemenakertrans semakin intensif meluncurkan program pelatihan kewirausahaan untuk mengatasi masalah pengangguran pada generasi muda dan terdidik di Tanah Air. “Kegiatan kewirausahaan bagi kaum muda merupakan pilihan logis dan langkah strategis, agar potensi generasi muda terus berkembang dan angka pengangguran berkurang dengan cepat,” kata Menakertrans (periode 2009-2014) Muhaimin Iskandar dalam keterangan tertulisnya yang diterima Republika, Senin (15/9).
Muhaimin mengatakan, upaya mengembangkan semangat kewirausahaan kaum muda Indonesia secara masif bukanlah tanpa alasan. Kondisi ini mengingat keberadaan wirausaha dalam sebuah negara memiliki peran penting sebagai motor penggerak ekonomi dan pembangunan. “Saya optimistis bahwa dengan modal dasar potensi sumber daya alam (SDA) dan SDM yang berlimpah, kita akan mampu melahirkan bibit-bibit wirausaha muda yang unggul dan berdaya saing di berbagai bidang usaha,” kata Muhaimin.
Berdasarkan data BPS Februari 2014, saat ini Indonesia memiliki sekitar 63,8 juta pemuda pada rentang usia 16-30 tahun. Jumlah ini dinilai besar dan berpengaruh signifikan terhadap kondisi bangsa. “Tinggal menyiapkan keterampilan dan kompetensi kerja kaum muda dan terdidik ini agar muncul wirausaha-wirausaha muda Indonesia yang inovatif, produktif, dan kompetitif,” kata Muhaimin.
Pemerintah menargetkan peningkatan jumlah wirausaha nasional dari 1,56 persen menjadi dua persen dari populasi penduduk pada 2014. Target tersebut untuk memenuhi syarat minimal suksesnya pembangunan ekonomi menuju negara kesejahteraan.
Muhaimin mengungkapkan, selama ini Indonesia pun telah ditunjuk PBB menjadi salah satu negara percontohan dalam hal penyiapan lapangan pekerjaan yang layak dan produktif bagi kaum muda.
Sejalan dengan upaya menciptakan lapangan pekerjaan, Kemenakertrans telah berkomitmen mendukung kebijakan penciptaan wirausaha muda melalui serangkaian kegiatan. Pelatihan, bantuan permodalan, bimbingan produksi, fasilitasi pemasaran, dan pengembangan inkubasi bisnis difasilitasi. Selama ini beberapa jenis pelatihan kerja diminati yakni, antara lain, pelatihan keterampilan kejuruan otomotif, las, bangunan kayu dan batu. Pelatihan lainnya mencakup elektonik, komputer, teknologi informasi, menjahit, kerajinan tangan, pertanian, dan perkebunan.
Pada Juni 2014 lalu, Sebanyak 30 kepala daerah memberikan dukungan terhadap pelaksanaan program transmigrasi yang diselenggarakan Kemenakertrans. Dukungan tersebut dituangkan dalam penandatangan MoU antara bidang transmigrasi dalam lingkup Kerja Sama Antar Daerah (KSAD), pimpinan daerah pengirim, dan penerima transmigran. Ke-30 kepala daerah itu ter diri dari 17 gubernur dan 13 bupati/wali kota dari seluruh Indonesia
Sementara itu, dalam pertemuan para Menteri Tenaga Kerja anggota G20 (G20 Labour Ministerial Meeting/G20-LEMM) yang di laksanakan di Melbourne, Australia pada 10-11 September 2014, dihasilkan Deklarasi Menteri Tenaga Kerja G20 yang meliputi upaya meningkatkan perencanaan tenaga kerja, upaya menanggulangi pengangguran, menciptakan kesempatan kerja dengan meningkatkan formalitas tenaga kerja.
Deklarasi ini juga memuat kesepakatan bersama untuk meningkatkan tempat kerja yang nyaman, dan meningkatkan par tisipasi kerja kaum mu da dan perempuan, serta meningkatkan dan mengefektifkan dialog sosial. “Deklarasi Menteri Tenaga Kerja anggota G20 ini menjadi masukan yang penting bagi para pe mim pin ne gara anggota G20 yang akan bertemu di Brisbane pada bulan November 2014,” ujar Muhaimin Iskandar, beberapa pekan sebelum diganti oleh Hanif Dhakiri, Menakertrans periode 2014-2019.
Sesuai visi pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJP) tahun 2005-2030, transmigrasi harus memberikan kontribusi nyata. Seakan masih relevan dengan pembahasan beberapa tahun lalu, saat ini pun program pembangunan transmigrasi masih menghadapi lima tantangan ke depan yaitu kesempatan kerja, produktivitas transmigran, integrasi kawasan, kesenjangan antarwilayah, dan tata kepemerintahan yang bersih. Ini yang harus dicarikan solusinya secara bersama-sama.
Saat ini, Indonesia dipimpin pemerintahan baru dan di akhir tahun 2015 nanti akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Namun, dalam aspek domestik, Indonesia akan memiliki bonus demografi pada periode 2020 hingga 2030. Pada saat itu, Indonesia memiliki pasokan sumber daya manusia yang sangat melimpah untuk menggerakan pembangunan. Agar tidak menjadi beban, Kemnakertrans harus memanfaatkan optimal keberlimpahan penduduk usia produktif sebagai sebuah peluang sekaligus tantangan.
Di sisi lain, jika dimanfaatkan dengan maksimal, maka mampu menggerakan roda perekonomian dan mendorong pembangunan. Tapi, jika dilihat sebagai tantangan, maka pemerintah harus menyediakan kebutuhan mereka. Salah satunya melihat percepatan penciptaan wirausahawan baru dan mengeksplorasi sumber daya alam berupa lahan pertanian, perkebunan, kehutanan, khususnya di daerah-daerah transmigrasi sebagai lumbung pangan nasional.
Sudah saatnya, pemerintah, terutama Kemenakertrans menciptakan konsep sinergi transmigrasi dengan soko guru perekonomian atau koperasi berupa menyinergikan koperasi, BMT atau lembaga keuangan mikro lain, transmigran maupun BUMN atau perusahaan swasta dalam menghadapi lima tantangan tersebut. Sinergi ini bakal menjadi pendorong percepatan pembangunan nasional dan menggerakan roda perekonomian, sehingga cepat atau lambat mampu meningkatkan kesejahteraan pekerja dan transmigran serta masyarakat. Semoga. n zaky al hamzah