Jumat 02 Jan 2015 00:00 WIB

Kebijakan BBM akan Bikin Likuiditas Perbankan Lebih Longgar

Red: Joko Sadewo
Tahun 2015 Premium Tidak Bersubsidi: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU, Jakarta, Jumat (19/12).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Tahun 2015 Premium Tidak Bersubsidi: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU, Jakarta, Jumat (19/12).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Likuiditas perbankan dinilai akan lebih longgar dengan kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang diterapkan pemerintah per 1 Januari 2015. Pemerintah menetapkan harga premium tanpa subsidi menjadi Rp 7.600 per liter dan mensubsidi solar Rp 1.000 (fixed subsidy) dengan harga Rp 7.250 per liter.

"Dengan kebijakan pemerintah yang baru menunjukkan jangka panjang fundamental ekonomi akan lebih sehat, kebijakan lebih rasional, dan menimbulkan konfidensce pasar," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia, Halim Alamsyah, dalam konferensi pers di gedung BI, Jakarta, Rabu (31/12).

Menurutnya, dengan adanya penghapusan subsidi dan sistem subsidi tetap, akan merilis atau tersedianya pengeluaran dari sisi pemerintah cukup besar minimal Rp 200 triliun."Kalau angka-angka ini bisa dikeluarkan tentu bagi sisi perbankan akan ada tambahan lukuiditas sehingga lebih longgar, perbankan akan lebih leluasa mengejar sasarannya," imbuh Halim.

Diperkirakan, jika pertumbuhan ekonomi terdorong, maka pertumbuhan kredit akan mencapai batas atas. Target di kisaran 14-15 persen diyakini bakal tercapai. Dari sisi perbankan akan melihat rentabilitas lebih baik.  

Halim melanjutkan, dalam dua tahun terkahir return aset perbankan cenderung tertekan. Dengan meningkatnya kegiatan perekonomian semakin cepat, profitibility dari perbankan membaik, sehingga return aset jauh lebih baik juga.

Dari sisi stabilitas sektor keuangan, Indonesia masih akan menghadapi volatilitas pasar keuangan akibat risiko eksternal seperti kenaikan suku bunga The Fed.

BI mencatat capital inflows dari sisi asing yang diberikan sempat mencapai Rp 200 triliun lebih pada 2013. Sementara akhir 2014, mencapai Rp 181 triliun, yang jauh lebih besar dari 2013 yang berjumlah Rp 35 triliun. Diperkirakan arus masuk sifatnya masih voleter.

"Sektor keuangan secara umum 2015 tetap relatif baik dan ada kemungkinan menjadi lebih dinamis, ada risiko volitily yang tinggi tapi kita sudah siap karena ada langkah-langkah kebijakan dari BI," jelas Halim.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement