EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa pagi (6/1), bergerak melemah sebesar 58 poin menjadi Rp12.643 dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.585 per dolar AS.
"Hampir seluruh mata uang di kawasan Asia melemah terhadap dolar AS. Baiknya angka penjualan mobil di Amerika Serikat menjadi salah satu alasan bagi dolar AS untuk naik," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta.
Ia menambahkan meningkatnya kekhawatiran akan keluarnya Yunani dari negara-negara Euro serta jatuhnya inflasi Jerman menambah sentimen negatif bagi pasar keuangan pada negara-negara berkembang sehingga menopang aset mata uang "safe haven" seperti dolar AS.
Namun, menurut dia, sentimen positif dari dalam negeri diharapkan dapat terasa setelah anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang akan dialokasikan untuk sektor produktif serta harapan neraca fiskal yang lebih baik diharapkan mampu menahan tekanan rupiah.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan melambatnya aktivitas manufaktur global memberikan kekhawatiran akan perekonomian di awal tahun ini melambat, kondisi itu membuat minat investor terhadap aset berisiko menjadi berkurang dan meningkatkan permintaan mata uang "safe haven".
"Mata uang dolar AS dipandang sebagai aset 'safe haven' sehingga mampu menguat terhadap mayoritas mata uang utama dunia," katanya.
Selain itu, lanjut dia, kekhawatiran lain muncul dari kemungkinan keluarnya Yunani dari zona Euro. Dan bila itu terjadi, akan mempengaruhi tingkat keyakinan investor terhadap perekonomian zona Euro yang imbas negatifnya bisa ke Asia.