EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan rupiah bisa berada di level 11 ribu antara lain karena berkurangnya defisit transaksi berjalan dan kondisi global yang yang membawa dampak positif bagi Indonesia.
Defisit minyak tahun lalu yang mencapai 27,3 miliar dolar AS tahun ini bisa turun. Dengan asumsi sangat konservatif yakni ICP 75 dolar AS per barel, kemudian tidak ada subsidi (artinya subsidinya maksimum Rp 20 triliun), dan pertumbuhan industri otomotif yakni motor dan mobil lima persen, maka defisit tahun ini diperkirakan hanya sekitar 10,6 miliar dolar AS.
Komoditas-komoditas yang diimpor seperti gandum dan jagung, juga turun harganya.
''Jadi defisit transaksi berjalan pun berkurang,'' kata Faisal diskusi Panin Asset Management Market Outlok 2015, Selasa (3/2).
Penambangan mineral Indonesia yang mulai normal kembali oleh Freeport dan juga Newmont. Jumlah kunjungan wisatawan tahun lalu juga naik 7,93 persen. Faisal menyebut kenaikan cukup tajam terlihat pada Desember lalu.
Ketegangan antara Tiongkok dan Filipina, Tiongkok dan Vietnam, kemudian situasi tidak aman di Malaysia secara relatif membuat wisatawan banyak datang ke Indonesia.
''Nah itu menciptakan hal-hal positif yang lain untuk kita. Dan tidak kalah pentingnya adalah arus penanaman modal asing baik langsung maupun portfolio masih akan deras di Indonesia,'' kata Faisal.
Mengenai sentimen penguatan dolar, Faisal menilai itu tidak dalam jangka waktu yang lama. ''AS juga sangat dirugikan kalau dolarnya menguat terus. AS akan hati-hati, akan sabar,'' kata dia.
Dolar AS terus menguat pertama karena ekspor AS anjlok dan impornya meningkat. Pengangguran pun sama, padahal tingkat pengangguran AS sedang bagus di 5,6 persen.
''Secara keseluruhan kekuatan kita cukup memadai. Kalau terhadap dolar, kan semua negara mengalaminya. Terhadap mata uang lain kita akan lebih kompetitif juga,'' ungkap Faisal.