EKBIS.CO, JAKARTA -- Penurunan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis poin menjadi 7,5 persen dinilai di luar ekspektasi. Meskipun, banyak rumor yang kuat bahwa BI rate perlu diturunkan.
Pengamat Ekonomi Lana Soelistyaningsih mengatakan penurunan BI rate akan mendorong perekonomian Indonesia. "Kalau ada penurunan, Bank Indonesia menjawab harapan bahwa ekonomi perlu didorong lebih tinggi supaya perbankan bisa menambah pertumbuhan kredit," kata Lana saat dihubungi Republika Online, Selasa (17/2).
Menurutnya, dengan penurunan BI rate, diharapkan penyaluran kredit lebih besar. Meskipun, dalam prateknya tidak selalu demikian. Sebab, penurunan BI rate tidak selalu direspons oleh penurunan suku bunga kredit, biasanya justru direspons oleh penurunan deposito. pebrbankan unggu waktu utk respons, itupun klo penurunan bi rate konsisten turun trs. Biasanya, perbankan menunggu waktu untuk merespons, itu pun kalau penurunan BI rate konsisten terus dilakukan.
Di samping itu, menurutnya penurunan BI rate menjadi sinyal positif bagi pengusaha. Namun, harus direalisasikan penurunan bunga kredit bank. Jika bunga kredit tidak turun, pengusaha tidak mendapat dampak apa-apa.
"BI rate itu hanya sinyal bahwa ekonomi cukup aman," ujarnya.
Menurutnya, bank harus punya keyakinan terhadap risiko. Untuk membuat bunga kredit tinggi atau rendah adalah keyakinan terhadap risiko. Kalau keyakinan terhadap risiko tinggi, maka bunga kredit tidak bisa turun.
"Mestinya bank punya persepsi risiko turun. Dalam praktiknya bank baru akan merespons tiga bulan ke depan," imbuhnya.
Lana memperkirakan, jika pada Maret 2015 BI rate masih di level 7,5 persen artinya sinyal BI masih kuat untuk menjaga konfidence ekonomi. Confidence yang disampaikan ke publik terkait penurunan BI rate adalah positif, sehingga perlu dijaga agar konfidence tetap kuat.
Meski demikian, Lana masih mempertanyakan beberapa indikator seperti penurunan inflasi, apakah sudah dipercaya akan berlajut. Sebab, deflasi pada Januari (mtm) yang disebabkan turunnya biaya transportasi tertolong harga minyak mentah dunia yang turun. Padahal dua pekan bulan Februari ini pergerakan minyak dunia kembali naik meskipun tidak signifikan. Menurutnya, pertengahan Februari akan ada potensi kenaikan harga BBM yang disubsidi pemerintah. Dia mempertanyakan apakah tekanan tersebut sudah dimasukkan dalam penurunan BI rate karena volatilitas tergantung harga BBM.
Meskipun, di sisi lain ada kekhawatiran ekspektasi inflasi dan defisit transaksi berjalan (CAD) dimungkinkan masih ada. Dikhawatirkan, akan ada lonjakan dari indikasi tersebut.
"Apakah penurunan BI rate ini sudah akan enggak berubah trennya. Karena perubahan suku bunga turun kemudian ada gejala naik suku bunga ikut naik itu akan membuat volatilitas di perekonomian," jelasnya.