EKBIS.CO, JAKARTA -- Survei Bank Indonesia pada 2013 tentang investasi hijau oleh lembaga jasa keuangan terutama perbankan di Indonesia masih minim yaitu 1,4 persen.
"Jawaban paling umum mengapa kredit hijau masih sedikit adalah kurangnya pengalaman dalam pembiayaan proyek hijau dan tidak memadainya saluran proyek hijau yang dapat diinvestasi," kata peneliti dari Universitas London Ulrich Volz di Jakarta, Rabu (18/2).
Ia mengatakan sistem keuangan Indonesia didominasi oleh perbankan dan bank di Indonesia memiliki pendekatan konservatif terhadap bisnis yang bersifat umum dengan kredit bersifat jangka pendek dan menengah. Ia menambahkan biaya intermediasi dalam sistem perbankan Indonesia cukup tinggi dengan margin bersih suku bunga tertinggi di antara semua negata ASEAN. Hal tersebut menjadi tantangan Indonesia untuk merubah paradigma jasa keuangan agar mau berinvestasi untuk lingkungan hidup.
Dalam wawancara yang dilakukannya oleh beberapa bank di Indonesia, sebagian besar bank menyatakan kredit hijau lebih berisiko terutama karena masa pinjamannya yang panjang. Ia mengatakan lebih dari tiga perempat bank-bank tersebut membutuhkan peningkatan kapasitas, bantuan dan informasi teknis dalam pengawasan perbankan dan jenis dukungan pada investasi hijau.
"Pejabat bank biasanya menyatakan peraturan mengikat dan mewajibkan analisis risiko lingkungan hidup akan membantu menciptakan persaingan sehat antarbank, sehingga bank dapat menolak proyek menguntungkan tetapi membahayakan bagi lingkungan hidup tanpa takut bank lain menggantikan mereka untuk membiayai proyek itu," kata dia.
Ia mengatakan lebih dari separuh bank Indonesia yang berpartisipasi dalam penelitiannya menyatakan dengan adanya kerangka peraturan investasi hijau dapat mendorong bank-bank berinvestasi untuk lingkungan hidup. Menurutnya sangat penting membenahi sektor riil agar investasi hijau layak dan menarik, termasuk peningkatan proses perizinan dan negosiasi perjanjian jual beli listrik untuk energi terbarukan, perbaikan keadaan jaringan energi dan subsidi bahan bakar alternatif.
Ia juga mengapresiasi Otoritas Jasa Keuangan telah mengembangkan pedoman kredit hijau untuk pembiayaan energi bersih. Melihat Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2014-2019, Indonesia menargetkan investasi untuk lingkungan hidup sekitar 200 miliar dolar AS. Sebagian besar dari investasi tersebut berkaitan dengan infrastruktur dan industri pertanian, kehutanan, energi, pertambangan dan limbah.
Dalam rencana nasional tersebut, pemerintah juga menargetkan mengurangi emisi gas sebanyak 26 persen.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk mengurangi emisi gas dalam RPJM Nasional 2014-2015 sebesar Rp 314 triliun.