EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat (20/2) pagi, bergerak melemah sebesar empat poin menjadi Rp 12.836 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 12.832 per dolar AS.
"Fluktuasi mata uang rupiah masih dalam kisaran yang stabil meski dengan kecenderungan melemah di tengah penantian penyelesaian utang Yunani," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Jumat (20/2).
Ia menambahkan bahwa pelaku pasar uang sedang menantikan keputusan pejabat-pejabat negara Eropa mengenai proposal perpanjangan pinjaman Yunani selama enam bulan.
"Pasar menantikan keputusan proposal itu. Penolakan tentunya bisa memberikan sentimen negatif ke pasar keuangan negara berkembang. Sementara persetujuan proposal bisa mengurangi kekhawatiran di pasar keuangan berisiko," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, meski Bank Sentral AS (the Fed) memberikan sinyal mempertahankan tingkat suku bunga rendah karena mempertimbangkan kondisi ekonomi global dan penurunan inflasi di AS, ekspektasi pasar masih tetap, yaitu kemungkinan suku bunga AS (Fed rate) akan naik antara Juni dan September.
"Fed rate masih membayangi mata uang berisiko, termasuk rupiah," katanya.
Sementara itu, analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong mengatakan bahwa pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) membuat investasi jangka pendek di Indonesia keluar sehingga membuat nilai tukar rupiah tertekan terhadap dolar AS.
Kendati demikian, menurut dia, dengan ekspektasi fundamental ekonomi Indonesia yang masih cukup kuat, akan kembali menarik minat investor asing kembali masuk ke dalam negeri.
"Ada investor yang berorientasi jangka pendek dan panjang. Saat ini investor jangka pendek sedang menyesuaikan portofolionya setelah pemangkasan BI rate. Namun, perekonomian domestik yang kuat masih menahan tekanan rupiah lebih dalam," katanya.