EKBIS.CO, JAKARTA--Naiknya harga beras di pasaran diduga disebabkan adanya mafia beras yang memainkan harga serta melakukan penimbunan. Merespons hal tersebut, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Munrokhim Misanam mengaku, KPPU tengah melakukan monitoring guna mempertegas dugaan tersebut.
"Hasilnya kira-kira akan kita lihat pada akhir pekan depan," kata dia kepada ROL pada Ahad malam (22/2). Melihat fenomena kenaikan harga beras, berdasarkan pengamatannya pasokan sudah sangat cukup, baik di sektor produksi maupun di gudang Bulog.
Maka seharusnya harga tidak naik di pasaran. Namun ia tidak menggunakan istilah "mafia" sebagai biang keladi harga beras naik.
Yang ada yakni para pedagang yang menahan pasokan karena spekulasi antisipasi kemarau panjang di waktu mendatang. Tindakan menahan pasokan tersebut diduga melibatkan pedagang besar. Para pedagang tersebut berspekulasi pasokan beras akan kurang karena kemungkinan paceklik, makanya penimbunan dilakukan.
Bukan hal yang sulit bagi pedagang besar untuk kompak menaikkan harga. Pasalnya, mereka saling berkoneksi dan berinteraksi secara langsung dan tidak langsung.
"Mereka punya asosiasi, perkumpulan, mereka juga berkomunikasi lewat email dan media sosial yang lain," tuturnya. Jadilah, ketika satu pedagang besar menaikkan harga, pedagang besar di daerah lain akan menyusul menaikkan harga.
Sementara, pedagang kecil eceran justru hanya menjadi perpanjangan tangan pedagang besar. Sebab meskipun mereka menimbun, pasti hanya dalam jumlah yang kecil. Mereka akan menjual sesuai harga yang dibeli dari pedagang besar. "Dia hanya memainkan harga, beli mahal ya jualnya juga mahal," tuturnya.
Menyoal operasi pasar yang dilakukan pemerintah, ia melihat belum ada kontrol yang detail. Sehingga, para pembeli beras bulog rentan dimanfaatkan pedagang besar untuk melakukan penimbunan lebih banyak lagi. Seharusnya pemerintah melakukan pemilahan terhadap calon pembeli. Tidak dibebaskan seperti yang selama ini telah berjalan.