Kamis 05 Mar 2015 14:55 WIB

BI: Volatilitas Rupiah Masih di Bawah 10 Persen

Rep: C87/ Red: Satya Festiani
Dollar Naik, Rupiah Turun: Petugas menghitung uang pecahan 100 Dollar dan uang pecahan Rp. 100 ribudi salah satu tempat penukaran uang, Jakarta, Kamis (12/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Dollar Naik, Rupiah Turun: Petugas menghitung uang pecahan 100 Dollar dan uang pecahan Rp. 100 ribudi salah satu tempat penukaran uang, Jakarta, Kamis (12/2).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepenuhnya karena dinamika luar negeri. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, secara umum kondisi rupiah dalam keadaan baik.

"Bank Indonesia selalu ada di pasar untuk menjaga volatilitas rupiah. Secara umum kondisi ekonomi Indonesia baik dan tidak perlu khawatir terhadap rupiah," kata Agus kepada wartawan di kantor pusat Bank Indonesia Jakarta, Kamis (5/3).

Agus mengatakan pemerintah perlu mewaspadai perkembangan ekonomi dunia namun tidak perlu terlalu khawatir. Perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan China merupakan kondisi yang dominan terhadap pelemahan rupiah. Selain itu, harga komoditas yang masih belum membaik.

BI, kata Agus, akan terus menjaga volatilitas rupiah. Pada tahun 2014,  volatilitas rupiah ada di kisaran 10 persen sepanjang tahun. Jika dibandingkan dengan negara lain, volatilitas rupiah dinilai jauh lebih tinggi.

"Dan itu di bawah target kita. Jadi, kita tidak perlu khawatir terhadap rupiah. Kita tidak bisa sebutkan target, tapi sekarang ini tidak melewati 10 persen," jelas Agus.

Agus menilai plemahan rupiah terhadap dolar masih bersifat sementara. Terkait imbauan Presiden Jokowi agar BI menjaga rupiah di level aman, Agus mempersepsikan agar BI selalu ada di pasar. Jika perlu, BI akan lakukan intervensi dan meyakinkan stabilitas volatilitas itu ada.

Kondisi cadangan devisa (cadev) senilai Rp 114 miliar dolar AS dinilai masih dalam kondisi bisa menutupi lebih dari enam bulan kewajiban impor atau pembayaran utang yang jatuh tempo.

Sementara itu, sampai akhir Februari, jumlah aliran modal yang masuk (capital inflow) sudah mencapai Rp 57 triliun. Agus enggan menanggapi adanya capital inflow justru terjadi pelemahan rupiah.

Selain itu, Agus mengakui adanya faktor internal seperti banyaknya perusahaan yang belum melakukan lindung nilai (hedging) terhadap utang luar negeri (ULN). Agus mengatakan banyak perusahaan yang tidak melakukan hedging. Padahal, BI sudah mengeluarkan aturan agar perusahaan-perusahaan mengatur likuiditasnya berdasarkan jatuh tempo pembayarannya.

"Mereka mesti mengatur likuiditas dan lindung nilainya. Kami meyakini ini kondisinya lebih baik karena peraturannya sudah dikeluarkan dan perusahaan-perusahaan itu akan memenuhi kewajibannya agar menjaga likuiditas dan lindung nilainya," imbuhnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement