EKBIS.CO, SEMARANG — Nelayan Kabupaten Rembang dan Batang menuntut pengakuan hak tangkap ikan tradisional dilindungi hukum laut internasional dan konvensi PBB. Tujuannya untuk memberikan rasa aman dan nyaman nelayan bekerja dalam bentuk perlindungan oleh pemprov dan pemkab secara mandiri sesuai amanat UU No 19 tahun 2014.
Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi B DPRD Jawa Tengah dengan 300 nelayan asal Kabupaten Rembang dan Batang, di gedung DPRD Jawa Tengah, Semarang, Kamis (5/3). Selain tuntutan ini, sedikitnya ada tujuh desakan dan tuntutan nelayan yang lain terkait dengan penolakan terhadap kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sedikitnya 300 an nelayan mengadukan nasibnya yang tidak bisa melaut karena larangan penggunaan jala ‘cantrang’ sebagaimana diatur dalam Permen KP No 2 tahun 2015.
Anggota komisi B DPRD Jawa Tengah. Riyono mengatakan, para nelayan juga menghendaki penguatan peran pemerintah provinsi dengan pemberian kewenangan pengurusan izin kapal nelayan yang semula hanya 30 gross ton (GT) menjadi maksimal 100 GT.
Nelayan juga mendesak inventarisir semua jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan dan kapal pengusaha ikan secara transparan dan jujur. “Hal ini untuk mengetahui peta alat tangkap ikan yang sudah puluhan tahun ini tidak jelas dan transparan,” tegasnya.
Para petani juga mendesak dilakukannya uji operasional secara berkala dan bersama, minimal satu tahun sekali sebagai wujud komitmen bersama nelayan, pengusaha dan pemerintah dalam menjaga kelestarian sumber daya perikanan nasional.
Uji bersama ini harus diterima oleh semua pihak terhadap evaluasi alat tangkap yang pro lingkungan dan merusak sumber daya kelautan.
Nelayan juga menginginkan adanya sosialisasi, komunikasi dan koordinasi yang lebih kongkret dalam rangka implementasi kebijakan Permen KP Nomor 2 tahun 2015, antara pemprov, pemkab dan pemerintah pusat. “Riilnya nelayan diberikan waktu satu tahun untuk transisi semua peralatan agar sesuai dengan peraturan pemerintah,” tambah Riyono.