Jumat 06 Mar 2015 15:27 WIB

Pelemahan Rupiah Pengaruhi Industri Manufaktur

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Satya Festiani
Rupiah Terus Merosot: Petugas menghitung uang rupiah dan dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta, Kamis (5/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Rupiah Terus Merosot: Petugas menghitung uang rupiah dan dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta, Kamis (5/3).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan, pelemahan rupiah berdampak pada industri manufaktur dalam negeri. Pasalnya, daya saing dan dependensi bahan baku impor masih tinggi, yakni sekitar 20 persen sampai 60 persen.

"Industri kita dari hulu ke hilir belum terintegrasi, industri hulu belum kompetitif sehingga di industri hilir ada kecenderungan impor bahan baku," ujar Harjanto ketika ditemui di Kementerian Perindustrian, Jumat (6/3).

Kondisi impor disebabkan karena perkembangan industri hilir tidak diikuti oleh industri hulu. Hal itu menyebabkan banyak industri hilir cenderung memilih bahan baku impor. Harjanto mencontohkan, baja sebagai mother of industry masih mengandalkan bahan baku impor sebesar 80 persen. Menurutnya, kecenderungan industri hulu belum kompetitif karena terganjal turunnya nilai komoditas dan tingginya biaya energi.

"Gak mudah kalau harus memblokade salah satunya, karena nanti industri mati sehingga harus diselesaikan secara komprehensif," ujar Harjanto.

Untuk mendorong daya saing di industri hulu, sektor energi harus dibenahi. Dengan demikian secara perlahan ketergantungan impor akan berkurang. Menurut Harjanto, penguatan dolar AS ini semestinya dapat dijadikan kesempatan untuk mendorong industri menggunakan bahan baku dalam negeri.

Untuk beberapa produk, memang masih banyak yang bisa menggunakan bahan baku dalam negeri. Akan tetapi ada pula industri yang tidak memiliki pilihan dan harus mengimpor karena bahan bakunya sama sekali tidak diproduksi di dalam negeri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement