EKBIS.CO, KUPANG -- Pengamat Ekonomi Universitas Widaya Mandira (Unwira) Kupang Dr Thomas Ola Langoday mememinta pemerintah tidak meremehkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS karena lama kelamaan bisa berdampak buruk terhadap tingkat pertumuhan ekonomi dalam negeri.
"Tingkat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dari waktu ke waktu terus mengalami gejolak yang sangat fundamental, sehingga pemerintah tidak perlu meremehkan gejolak nilai tukar ini agar tidak berdampak buruk bagi perekonomian rakyat," katanya di Kupang, Selasa (10/3).
Sejak Kamis (5/3), nilai tukar rupiah mulai bergerak melemah bahkan anjlok ditransaksikan antarbank di Jakarta, sebesar 15 poin menjadi Rp 12.990 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 12.975 per dolar AS sempat mencapai level Rp 13.000 pada awal Maret dan hingga hari ini Selasa pagi sudah mencapai Rp 13.050, terhadap dolar AS.
Artinya kata Dekan Fakultas Ekonomi Unwira, dari hari ke hari tingkat pelemahannya terus meningkat sehingga perlu serius mencari langkah-langkah antisipatif dan alternatif sebagai tindakan pencegahan sebelum terlambat.
Memang Pemerintah maupun Bank Indonesia (BI) minta masyarakat tidak panik meski nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Hal tersebut disampaikan langsung Presiden Joko Widodo yang mengatakan tekanan terhadap rupiah disebabkan oleh penguatan dolar AS dan dialami oleh mata uang sejumlah negara lainnya sehingga ia menilai hal ini hanya bersifat sementara.
Dengan kondisi saat ini, pemerintah melakukan sejumlah hal untuk memastikan pelemahan rupiah ini tidak terlalu mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. Meski fundamental ekonomi nasional aman, kewaspadaan melalui antisipasi dari pemerntah perlu terus dilakukan sebagai langkah pencegahan.
"Semua tentu sepakat bahwa pelemahan mata uang rupiah dominan dipengaruhi oleh faktor eksternal atau faktor luar negeri seperti kondisi perekonomian terkini di sejumlah negara misalnya di Tiongkok dan AS," katanya.
Tetapi jangan salahkan faktor pasar atau resiko sistematis untuk pelemahan rupiah saat ini, tapi salahkan faktor resiko unik atau resiko faktor fundamental ekonomi kita yang tidak berorientasi ekspor. Solusinya adalah jangan menaruh beban 100 persen untuk stabilisasi kurs rupiah kita pada Bank Indonesia saja, itu hanya jangka pendek, tapi pada seluruh kementerian saling kerja sama untuk menciptakan industri kita yang berbasis ekapor dengan daya saing serta value added yang tinggi di dunia.
"Jika ini terjadi maka cadangan valas khususnya dolar kita akan mampu menstabilkan abnormal pasar jangka pendek karena fundamental ekonomi dan industri serta daya saing global produk kita tinggi," jelasnya.
Pemerintahan Jokowi, katanya, harus melihat dengan perpektif jangka panjang terhadap daya saing produk global kita, seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) harus digenjot misalnya, jangan hanya fokus pada masalah-masalah pragmatis jangka pendek saja.