EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin terdepresiasi. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah berada di level Rp 13.176 pada Kamis (12/3) atau melemah 12 poin dibandingkan Rabu (11/3) yang berada di posisi Rp 13.164 per dolar AS.
Ekonom Bank OCBC NISP Wellian Wiranto mengatakan, pelemahan rupiah diproyeksikan mencapai posisi Rp 13.350 per dolar AS.
"Kita proyeksikan rupiah akan melemah sampai di level Rp 13.350 tapi karena ada beberapa faktor yang membantu Indonesia, kita lihat cadangan devisa lebih tinggi dari Malaysia," kata Wellian kepada wartawan di Jakarta, Kamis (12/3).
Menurutnya, pelemahan rupiah lebih didorong faktor global terkait ekspektasi pasar dunia terhadap kenaikan suku bunga The Fed yang menyebabkan penguatan dolar AS. Sehingga negara emerging seperti Indonesia akan terkena imbasnya, bahkan hampir semua negara, mata uang Eropa dan Jepang juga menurun.
"Kalau rupiah Indonesia menurun tidak terlalui heran, tapi secara relatif dengan mata uang lain rupiah cukup stabil," imbuhnya.
Sementara, faktor domestik seperti masih adanya defisit transaksi berjalan (CAD) juga membawa dampak. Oleh sebab itu, Indonesia dinilai perlu mengembangkan eskpor sektor lain yang tidak tergantung harga minyak dunia.
Menurutnya, banyak negara-negara lain yang sengaja melemahkan mata uang untuk mendorong ekspor. Selain itu, beberapa bank sentral dunia sudah menurunkan suku bunga. Seperti, Thailand menurunkan suku bunga dari 2 persen menjadi 1,75 persen pada Rabu (11/3).
Kebijakan quantitative easing (QE) yang dilakukan Eropa dan Jepang, terutama Jepang berdampak positif bagi Indonesia. Sebab, akan membawa investor jepang berinvestasi ke negara berkembang terutama Indonesia. Menurutnya, hal yang paling membantu pertumbuhan Indonesia selain penguatan mata uang adalah perbaikan infrastruktur seperti pelabuahn, jalan, listrik dan lain-lain.
"Yang paling penting confidence masyarakat, masyarakat tahu pelemahan rupiah bukan hanya faktor domestik tapi kebanyakan faktor global," ujarnya.