EKBIS.CO, JAKARTA -- Akademisi dan peneliti ekonomi syariah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Azis Budi Setiawan menilai rencana pemerintah menerbitkan sukuk tabungan ini merupakan hal baik karena akan memperkaya alternatif pilihan produk bagi investor syariah ritel.
Early redemption yang belum ada pada jenis sukuk ritel sebelumnya jadi daya tarik tersendiri. Mekanisme ini juga bisa dilakukan oleh ahli waris pemegang sukuk tabungan dengan syarat pemegang sukuk tabungan telah meninggal dunia.
"Saya kira prospek instrumen investasi baru ini akan cerah. Dari riset direktorat, fitur early redemption mampu menarik investor yang lebih besar dibandingkan instrumen hold to maturity biasa. Ada fleksibilitas," tutur Azis, di Jakarta, Senin (16/3).
Daya tarik pentingnya lainnya adalah imbal hasil yang kemungkinan akan di atas deposito syariah. Sayangnya produk ini tidak dapat ditransaksikan di pasar sekunder. Sehingga investor tidak bisa memperoleh keuntungan dari kenaikan harga (capital gain). Azis menilai ini mungkin memang kekhasan yang dirancang untuk segmen investor tertentu.
Rencana penerbitan produk Sukuk Tabungan telah dimulai dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19/PMK.08/2015 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Tabungan pada 2 Februari 2015 lalu.
Instrumen baru ini menyerupai Saving Bonds Ritel (SBR) 001 yang terbit perdana tahun lalu dengan minimal pembelian Rp5 juta.
Kementerian Keuangan tengah mengkaji mekanisme early redemption itu. Salah satunya mengenai harga instrumen saat investor melakukan early redemption dan waktu minimal kepemilikan (holding period) sukuk tabungan ini sebelum dilakukan early redemption.
Aturan umum tentang early redemption dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) hanya menyebutkan kepemilikan sukuk tabungan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.
Bursa Efek Indonesia mencatat, sukuk yang sudah diterbitkan pemerintah pada 2014 mencapai Rp3,406 triliun, sukuk ritel Rp144,465 triliun, sukuk berbasis proyek Rp22,763 triliun, dan Islamic T-Bills Rp23,739 triliun.