EKBIS.CO, JAKARTA -- Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) diprediksi tetap dipertahankan di level 7,5 persen pada Maret 2015.
Ekonom BCA David Sumual mengatakan, ada peluang penurunan BI rate pada Maret karena deflasi pada Januari dan Februari. Namun, melihat kondisi eksternal yang tengah bergejolak dan The Fed akan melakukan meeting FOMC pada April.
"The Fed akan memberikan sinyal menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, ini akan memberikan potensi gejolak emerging market. Saya kira BI akan tetap mempertahankan 7,5 persen," jelas David saat dihubungi Republika, Senin (16/3).
Menurutnya, ekspektasi pasar terhadap BI rate kebanyakan mengatakan tetap. Sebab, Rapat Dewan Gubernur BI pada Februari telah menurunkan BI rate sebesar 25 basis poin.
Dia menilai kondisi Indonesia berbeda dengan Thailand dan Korea Selatan yang baru saja menurunkan suku bunga acuan. Kedua negara tersebut memiliki neraca transaksi berjalan yang surplus. Sementara Indonesia masih dalam kondisi defisit transaksi berjalan (CAD).
"Kalau saya pikir masih tergantung kondisi ekstrenal, kalau memungkinkan bisa (diturunkan), tapi kalau tidak memungkinkan tidak bisa. Ini kondisi mereka mau melakukan pengetatan suku bunga," ujarnya.
Sementara, kemungkinan BI menaikkan suku bunga juga dinilai masih dalam kondisi reaktif terhadap suatu kebijakan. Biasanya, BI menaikkan suku bunga setelah ada kebijakan, misalnya pemerintah menaikkan hara bahan bakar minyak pada November 2014. Menurutnya, sikap reaktif pengaruhnya tidak signifikan terhadap kondisi makro ekonomi. Selain itu, efektivitasnya dinilai berkurang.
"Tapi kalau kita antisipatif lebih baik penurunan untuk pencegah gejolak, kalau melihat kecenderungan The Fed akan menaikkan suku bunga, kita bisa antisipasi dengan menaikkan," imbuhnya.