Selasa 24 Mar 2015 17:22 WIB

Efek Penguatan Dolar, Ekonomi Asia Diprediksi Menguat

Rep: C85/ Red: Winda Destiana Putri
Dolar AS
Foto: M Syakir/Republika
Dolar AS

EKBIS.CO, JAKARTA -- Kawasan Asia yang sedang berkembang diprediksi akan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang kuat pada 2015 dan 2016 mendatang, ditunjang oleh lemahnya harga komoditas dan pemulihan perekonomian industri besar.

Dalam paparannya, Asian Development Bank (ADB) memprediksi kawasan Asia yang berkembang diperkirakan akan mencapai pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 6,3 % pada 2015 dan 2016 mendatang. Sementara ADB mencatat, kawasan ini juga tumbuh 6,3 % pada 2014 lalu.

Chief Economist ADB Shang-Jin Wei mengatakan, kawasan Asia yang sedang berkembang memberikan kontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi global.

"Melemahnya harga komoditas saat ini, membuka peluang bagi para pembuat kebijakan di Asia untuk memangkas subsidi bahan bakar. Atau menjalankan reformasi struktural lainnya," jelas Wei, Selasa (24/3).

Wei melanjutkan, sejak masa terburuk krisis keuangan global pada 2009 lalu, kawasan Asia yang sedang berkembang menyumbangkan 2,3 poin persentase bagi pertumbuhan PDB global, atau hampir 60 % dari laju pertumbuhan tahunan global sebesar 4,0 %. Wei mengatakan bahwa delapan negara tersebut membukukan pertumbuhan di atas 7,0 % hampir setiap tahun setelah krisis, termasuk Cina, Laos, dan Sri Lanka.

Sementara itu, Wei menjelaskan, pertumbuhan ekonomi di AS yang pemulihannya tampak semakin kuat merupakan yang tertinggi di antara perekonomian industri besar. Wei menilai, meskipun belum ada tanda-tanda pemulihan yang pasti di kawasan Euro dan Jepang, harga minyak yang lemah dan kebijakan moneter yang akomodatif akan mendukung pertumbuhan.

"Sebagai sebuah kelompok, ekonomi kawasan tersebut diperkirakan akan tumbuh 2,2% pada 2015, naik 0,6 poin persentase dari 2014 dan 2,4% pada 2016," ujar Wei.

Dengan membaiknya pertumbuhan yang diperkirakan terjadi di India dan sebagian besar negara-negara di ASEAN, hal ini dianggap menjadi penyeimbang atas melemahnya pertumbuhan ekonomi di Cina.

Wei menyebut, pertumbuhan Ekonomi Cina melambat pada 2014 seiring melemahnya investasi untuk aset tetap terutama di bidang real estate. Seiring langkah pemerintah Cina menjalankan agenda reformasi struktural, perlambatan investasi diperkirakan akan makin menurunkan pertumbuhan, menjadi 7,2 % pada 2015 dan 7,0 % pada 2016. Angka ini jauh di bawah rata-rata 8,5 % yang dicatatkan pada masa setelah krisis keuangan global.

Sedangkan pertumbuhan India, ADB memprediksi, akan melampaui Cina seiring upaya pemerintah India untuk meningkatkan investor. Dengan didukung permintaan eksternal yang kuat, India digadang siap tumbuh 7,8 % pada tahun fiskal 2015, naik dibandingkan 7,4 % yang dicatatkan pada 2014.

Momentum ini diperkirakan akan semakin kuat sehingga mencapai pertumbuhan 8,2 % pada tahun fiskal 2016, dibantu dengan pelonggaran kebijakan moneter dan peningkatan belanja modal.

Risiko terhadap proyeksi ini termasuk kemungkinan salah langkahnya Cina saat menyesuaikan dengan kondisi normalnya yang baru, upaya reformasi di India yang tidak sebesar ekspektasi, potensi penularan efek krisis utang Yunani pada perekonomian global, dan memburuknya resesi di Rusia.

Kenaikan suku bunga AS yang diprediksi terjadi tidak lama lagi, dapat menyebabkan arus modal ke Asia berbalik, sehingga memerlukan tanggapan moneter untuk menjaga stabilitas. Wei menyebut, manfaat rendahnya harga minyak mentah dapat menjadi sia sia bila ketegangan geopolitik menimbulkan lonjakan drastis harga minyak.

Asia Tenggara sendiri diproyeksikan akan mengalami kembali kenaikan pertumbuhan pada 2015 setelah turun ke 4,4% pada 2014. Pertumbuhan agregat akan naik kembali ke 4,9% pada 2015 dan 5,3 % pada 2016, seiring pemulihan ekonomi di Indonesia dan Thailand. Sebagian besar perekonomian di sub-kawasan ini diperkirakan akan diuntungkan oleh kenaikan ekspor dan inflasi yang lebih rendah.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement