EKBIS.CO, JAKARTA -- Hampir enam bulan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dinilai belum menelorkan roadmap perekonomian Indonesia. Hal ini tidak seperti yang dinyatakan dalam kampanye mereka, yakni menuju ekonomi Indonesia mandiri dan berdaulat, dan jargon "Indonesia Hebat".
“Kondisi negeri ini malah makin terperosok permainan pasar bebas,” kata Wakil Sekjen Perindo Hendrik Kawilarang Luntungan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/3).
Yang terjadi, lanjut dia, rupiah merosot, mafia bahan pokok bebas bermain, subsidi BBM dihapus, dan penghapusan subsidi gas buat rakyat. Selain itu, kata Luntungan, harga bahan pokok yang melambung di tengah pelemahan rupiah empat bulan terakhir adalah bukti bahwa pasar dalam negeri masih tergantung impor. “Negara seperti tidak bisa berbuat apa-apa. Belum terdengar apa grand strategy menuju kedaulatan dan kemandirian ekonomi,” katanya.
Menurutnya, yang terjadi selama pemerintahan Jokowi-JK malah sebaliknya. Makro ekonomi tak juga membaik, penegakan hukum bermasalah, dan terakhir konflik politik makin terbuka. "Malah diperburuk dengan masalah penegakan hukum dan konflik politik di tingkat nasional," ungkapnya.
Jika yang dikejar pemerintah adalah target investasi, kata Luntungan, kondisi ini jelas tidak menarik calon penanam modal. Bisa jadi mereka berpikir ulang, lalu mengalihkan rencana investasinya ke negara yang lebih aman.
Menurut Luntungan, kedaulatan dan kemandirian ekonomi bangsa harus berbasis usaha dan pengusaha dalam negeri yang satu dekade terakhir sudah menunjukkan prestasi mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi global 2008 lalu. Karena itu, Luntungan mendesak pemerintah Jokowi-JK harus memberi insentif kepada usaha lokal. "Pemerintah harus mengarahkan perbankan nasional untuk memprioritaskan kredit produktif. Bukan konsumtif seperti terjadi selama ini," kata Luntungan.
Perbankan nasional, lanjut dia, harus sejalan dengan misi pemerintah. Seperti di Malaysia dan Singapura. Insentif lain, kata Luntungan yang juga pengusaha muda di bidang industri strategis ini, adalah di bidang pajak dan fiskal. Ini karena masih banyak usaha lokal yang mengandalkan komponen impor. Setelah rentang waktu tertentu, setelah usaha mereka mandiri, pemerintah bisa mencabut kelonggaran itu. “Kemajuan suatu negara tidak bisa dilepaskan dari peran pemerintahnya,” ujarnya.