EKBIS.CO, JAKARTA — Pengamat Pasar Modal dan Perbankan Adler Haymans Manurung curiga Bank Indonesia (BI) “bermain” sehingga membiarkan rupiah terdepresiasi cukup tajam. Sebab BI lah penanggung jawab stabilitas rupiah. Maka seharusnya, mereka yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut.
“Entah ini dimainkan atau tidak, saya tidak tahu apakah BI ikut," kata Adler dalam diskusi bertema “Menakar dan Meningkatkan Daya Tahan Sistem Keuangan Indonesia Saat Ini” di Megawati Institute, Rabu (1/4).
Terlebih, BI menurunkan tingkat suku bunga acuan dan menyebabkan terjadinya capital outflow. Ujung-ujungnya depresiasi rupiah pun makin parah.
Padahal seharusnya yang dilakukan adalah membuat permintaan dolar tetap terkontrol. Caranya dengan mengendalikan suplai dolar untuk Pertamina dan PLN, misalnya.
Merespons hal tersebut, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makro Prudensial Bank Indonesia Dwityapoetra S Besar membantahnya. Rupiah terdepresiasi karena situasinya dolar amerika tengah menguat.
“Kita nggak bisa harus melawan potensi capital outflow karena dolar akan kembali ke sekuritas-sekuritas dengan mata uang Amerika yang kuat, makanya kita mengupayakan supaya pelaku pasar itu confidence bahwa BI pemerintah bisa menangani ini dengan baik,” katanya kepada ROL pada Rabu (1/4).
Ditegaskannya, BI memiliki kebijakan moneter dan makro prudensial yang cenderung ketat. Artinya, ia menjaga supaya interest rate diferensial dari suku bunga di rupiah dan di amerika bisa tetep menarik sehingga orang tidak punya motivasi untuk keluar dari BI.
Kemudian, lanjut dia, dari sisi pemerintah, confident telah ditunjukkan dengan melakukan rencana dan program perbaikan struktur misalnya perbaikan infrastruktur yang terkait dengan bagaimana menciptakan industri yang berorientasi ekspor.
“Langkah ini agar tetap menjaga supaya investor dan pelaku asing di Indonesia tetap kerasan di Indonesia, makanya paket kebijakan dibuat,” tuturnya.