EKBIS.CO, JAKARTA — Pembukaan pabrik semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (PT. SI) di kawasan Kabupaten Rembang Jawa Tengah dikonsepkan sekaligus membangun area hutan baru.
Alih-alih dituding merusak lingkungan setempat oleh sekelompok orang, Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Suparni menegaskan sebelum pembangunan pabrik berjalan dan saat ini sudah berkisar 34 persen, perusahaan telah mengantongi 35 izin yang dibutuhkan serta telah pula merampungkan syarat analisis dampak lingkungan (Amdal).
“Kita juga telah melewati proses peradilan yang sudah berjalan selama 24 kali, nanti tanggal 16 bulan ini akan menjadi putusan final,” kata dia kepada Republika pada Rabu (8/4).
Diakuinya, penggalangan opini publik guna menghambat proses pembangunan pabrik dengan mengedepankan isu lingkungan makin santer jelang putusan final. Utamanya di media sosial. Namun ia optimis selama perusahaan telah menjalankan persyaratan yang betul, pun mengoptimalkan teknologi Super Block Tambang Hijau, proyek pembangunan pabrik akan dapat rampung pada akhir 2016.
Untuk menghindari debu pabrik yang bisa menyebabkan pencemaran udara, Pabrik Semen Rembang dikonsepkan untuk semaksimal mungkin menggunakan nonmobile transport equipment. "Jadi pabriknya sepi, tidak banyak orang, tidak banyak bisisng dan tidak membeli solar," lanjutnya.
Model pembangunan yang mengadaptasi teknologi Jerman itu pun merupakan yang pertama diterapkan di Indonesia di mana salah satunya, pergerakan pemindahan barang dapat menghasilkan energi listrik.
Lebih lanjut, General Manager of Coorporate Secretary PT. SI Agung Wiharto menambahkan, segelintir orang yang sangat keras menentang pembangunan pabrik bahkan membawanya ke pengadilan bukan merupakan warga setempat.
"Justru sebagian besar warga dekat pabrik bisa bekerja sama, sepakat, dan mau bersama kami membangun lingkungan yang lebih baik sembari menjaga pasokan semen nasional," kata dia.
Jika isu penentangan yang 'dijual' oleh para penentang pabrik adalah kerusakan lingkungan dan kekurangan air, maka PT SI sudah punya jawabannya, solusinya serta teknologinya.
Diuraikannya area tambang tidak berada di lingkungan yang bersentuhan dengan sumber-sumber air. Hal tersebut sebagaimana aturan pemerintah soal eksplorasi dan eksploitasi di mana area tambang minimal 200 meter menjauhi sumber mata air dan gua.
Gaya penambangan pun tak akan menggunakan air sehingga tidak aka nada praktik penyedotan air yang bisa berpotensi menyebabkan kekeringan. Kemudian, area tambang merupakan kawasan batu kapur yang samas ekali bukan daerah pertanian sebab tanahnya tidak produktif untuk ditanami.
Untuk menciptakan hutan baru, PT. SI akan membangun green belt. Maksudnya, di sekeliling area penambangan akan dibungkus dengan pepohonan setebal 50 meter dan total luas keseluruhan green belt yakni 80 hektare. Pohon yang ditanam yakni Jati dan Mahoni serta tanaman lainnya yang diinisiasi warga yang memang mau memanfaatkan tanah tersebut.
"Kalaua da warga yang mau memnfaatkan tanah akan kita berikan, bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan juga dalam pengelolaannya," tuturnya.
Dengan proses tambang hijau yang akan berlangsung selama 130 tahun tersebut, lanjut dia, ketika area penambangan dibuka, setelahnya akan dilakukan penanaman pohon secara bertahap. Biaya per hectare dalam proses penanaman kembali tersebut yakni Rp 1,5 Triliun.
Dalam proses produksi pula, perusahaan akan mengiringinya dengan pemberdayaan masyarakat, menggalakan konsep integrated farming serta mengembangkan bidang perikanan.