EKBIS.CO, JAKARTA -- Terbitnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/3/PBI/2015 tentang kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI dengan landasan hukum dari UU BI dan UU Mata Uang dinilai sebagai terobosan yang baik dalam rangka kedaulatan rupiah.
Direktur Institute Development of Economics dan Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan munculnya PBI tersebut sebuah langkah bagus untuk mengurangi permintaan dolar di dalam negeri. Adanya PBI tersebut, semakin menguatkan dua UU sebelumnya yang sudah ada yakni UU BI dan UU Mata Uang terkait kewajiban penggunaan rupiah.
"Selama ini kan tidak terdeteksi. Ternyata banyak juga transaksi yang menggunakan dolar di dalam negeri yang diperkirakan mencapai 6 miliar dolar AS per bulan. Itu kan besar sekali sekali," ujar Enny, Jumat (10/4).
Namun, Enny mempertanyakan seberapa efektif kah peran PBI ini mengingat ranah BI kan hanya berada di sektor moneter. Padahal menurut Enny, untuk membuat suatu kebijakan tersebut efektif harus ada sanksi yang diberikan bagi yang melanggar. Ia mencontohkan, apakah BI dapat menindak sebuah korporasi yang melanggar aturan tersebut, dan sejauh apa hukumannya.
Ia melanjutkan, terbitnya PBI ini merupakan semangat yang baik dalam upaya penggunaan valuta asing (valas) di dalam perekonomian Indonesia. Namun, Enny mempertanyakan seperti apakah implementasinya di lapangan dimana ia katakan masih ada penggunaan transaksi dalam bentuk valas yang terjadi di Pelindo, sejumlah pelayanan kelas eksekutif, dan juga agen-agen travel internasional.
Perempuan yang pernah menjadi staf ahli Komisi X DPR RI (2007-2010) mengharapkan dengan terbitnya PBI tersebut, setidaknya mampu mengendalikan permintaan dolar di dalam negeri. Enny menilai, peran penegak hukum sangat lah penting dalam mengawasi PBI ini, karena apabila peraturan tidak memiliki sanksi yang jelas dan tidak diproses, maka pada kenyataannya akan banyak yang melanggar. Ketegasan hukum diperlukan dalam mendukung PBI tersebut, lanjutnya.
Terkait adanya pengecualian yang diperbolehkan untuk tidak menggunakan rupiah seperti pembangunan infrastruktur strategis, Enny mengatakan apa urgensi dari adanya pengecualian tersebut, dan harus dijawab BI karena ia menilai kewajiban penggunaan rupiah di seluruh wilayah Indonesia sudah dalam amanat UU.