EKBIS.CO, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang mengejar target untuk penambahan kapasitas listrik nasional sebesar 35 ribu megawatt (MW). Pengadaan dan pelaksaan proyek nantinya akan dilakukan dengan sistem pemilihan atau penunjukan langsung oleh PT PLN (persero).
Hal tersebut selain disinyalir dapat memberikan celah terjadinya "permainan" antara BUMN dengan investor ataupun elit politik dan elit bisnis. Selain itu, mekanisme ini juga dinilai bertentangan dengan berbagai Peraturan Presiden (Perpres) yang tertuang dalam Perpres No. 54 Tahun 2010, Perpres No. 35 Tahun 2011, dan Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa serta Perpres No. 172 Tahun 2014 dan Perpres No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Percepatan Pengadaan Barang dan Jasa.
Sekretariat Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (FITRA) menilai, dasar hukum penunjukkan langsung tersebut lemah dan diproses secara kilat, sehingga bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa.
"Dalam aturan tersebut, jenis yang boleh dilakukan Penunjukkan Langsung yaitu pekerjaan pengadaan dan penyaluran benih unggul yang meliputi benih padi, jagung, dan kedelai, serta pupuk yang meliputi urea, NPA, ZA kepada petani dalam rangka menjamin ketersediaan benih dan pupuk secara tepat dan cepat untuk pelaksanaan peningkatan ketahanan pangan. Jadi, untuk infrastruktur kelistrikan sebenarnya tidak diatur," ujar Manajer Advokasi dan Investigasi FITRA, Apung Widadi di Jakarta, Ahad (19/4).
Apung mencurigai Peraturan Menteri (Permen) ESDM dibuat hanya untuk melegalkan praktek korupsi dalam proses Penunjukkan Langsung di lingkungan PT PLN (Persero).
"Fenomena ini berkelanjutan. Penunjukkan Langsung bukan hal baru, sebelumnya sering dilakukan. Seperti kita ketahui dulu, mantan direktur PLN Nur Pamudji dijerat kasus korupsi dalam penunjukkan langsung proyek pengadaan Flame Tube GT 1.2 Pembangkit Sumatera Bagian Utara (KITSBU), Sektor Belawan yang diduga merugikan keuangan negara hampir Rp 25 miliar," jelasnya.
Oleh karena itu, Apung berharap, pemerintah dapat menjalankan mekanisme transparansi Penunjukkan Langsung agar masyarakat dapat ikut andil dalam pembangunan proyek tenaga listrik tersebut.
"Sebelum Penunjukkan Langsung, akan ada tim penilai, ada kriteria, kelayakan finansial dan ada yang memang ahli dalam bidang ketenagalistrikan. Seharusnya perusahaan menyampaikan ke publik agar masyarakat bisa ikut cek apakah perusahaan ini layak atau tidak," lanjutnya.