EKBIS.CO, SINGARAJA -- Sopir angkutan umum di Kabupaten Buleleng, Bali utara keberatan terhadap rencana moratorium pemerintah yang akan membatasi penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium. Komang Mesi (34), salah seorang sopir angkot di Singaraja, mengaku keberatan terhadap rencana pemerintah membatasi penjualan BBM bersubsidi yang sudah jelas akan mengganggu aktivitasnya sebagai sopir angkutan umum.
Pemerintah akan mulai merilis BMM jenis pertalite sebagai ganti premium mulai Mei mendatang. Harga pertalite diperkirakan berkisar Rp 7.400 dan Rp 8.600, di atas premium, namun masih di bawah harga pertamax. Meski pertalite memiliki kualitas bahan bakar yang lebih baik dibandingkan premium, Komang Mesi mengaku tidak tertarik.
"Saya ingin harga BBM yang murah-murah saja, mengingat penghasilan sopir angkot yang pas-pasan. Meski kualitasnya lebih baik, tapi harganya itu membuat kualitas hidup saya tidak baik," ujarnya, Senin (20/4).
Nyoman Pasek, sopir angkot lainnya menambahkan, selama ini belum ada regulasi yang mengatur subsidi BBM, khususnya bagi para sopir angkutan umum. Bahkan, ketika kenaikan harga BBM bersubsidi beberapa waktu lalu, tidak ada surat edaran terkait kenaikan tarif angkutan umum. Tarif angkutan umum untuk jurusan Singaraja-Seririt kini tetap Rp 10.000 per orang, namun tidak sedikit penumpang membayar kurang dari tarif yang telah ditentukan.
"Sekarang kan masih belum jelas aturan soal minyak (BBM) bersubsidi, bagaimana dengan kami ini. Waktu minyak kemarin naik juga tidak ada kenaikan tarif angkutan dari pemerintah. Kami tetap pakai tarif lama. Itupun penumpang banyak yang bayar kurang, kami tidak bisa apa-apa," ujarnya.
Ia mengaku, sekali jalan membutuhkan empat liter premium. Dalam satu hari rata-rata tiga kali jalan atau membutuhkan 12 liter premium setiap hari. "Itu seringkali penumpang cuma satu dua orang sekali jalan, malah kadang nggak dapat penumpang sama sekali, seperti akhirnya nggak bisa beli minyak. Paling sehari rata-rata kami berpenghasilan Rp 15-Rp 20 ribu per hari," ucapnya.