Selasa 21 Apr 2015 16:19 WIB

KPBB Minta Pemerintah Segera Hapus Premium

Rep: C84/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang petugas melayani penjualan bahan bakan minyak (BBM) di salah satu SPBU Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (18/3). (Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Seorang petugas melayani penjualan bahan bakan minyak (BBM) di salah satu SPBU Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (18/3). (Republika/Prayogi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) terus menyuarakan kepada pemerintah untuk mematuhi Vehicle Emission Standard (Euro 2) yang sudah diputuskan per 1 Januari 2007 lalu. Keberadaan Pertalite dengan Ron 90 yang akan menggantikan Premium di kota-kota besar dinilai tidak sesuai dengan vehicle engine requirement yang seharusnya mengacu pada standar Euro 2.

Untuk itu, KPBB menilai pemerintah sudah seharusnya pemerintah menyediakan BBM yang sesuai dengan kebutuhan standar Euro 2 tersebut yakni Ron 91 ke atas.

"Pemerintah harusnya meng-upgrade Ron 88 atau lebih vulgarnya menghapusnya," ujar Executive Director KPBB Ahmad Safrudin kepada awak media di Kantor KPPB, Gedung Sarinah, Jakarta, Selasa (21/4).

Safrudin menambahkan, jika pemerintah tetap bersikeras mengeluarkan Pertalite, maka kebijakan tersebut akan menabrak UU jaminan pasokan BBM yang seharusnya sesuai dengan vehicle engine technology requirement. Kebijakan ini, lanjutnya, juga misleading dan cenderung menjadi pembohongan publik karena memasok BBM yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan teknologi kendaraan bermotor.

"Sejak 2008 kami sudah mengusulkan ke pemerintah untuk menghapus Premium  karena pada 2007 kita sudah adopsi standar Euro 2," lanjutnya.

Ia melanjutkan, dalam standar Euro dua ditegaskan hanya menghendaki penggunaan bensin dengan ron 91. Safrudin menyatakan, dalam implikasinya di lapangan penggunaan Ron 91 juga akan mempermudah pemerintah dalam melakukan pengawasan, tidak seperti sekarang ini yang harus membentuk badan pengawa dan program Radio Frequency Identification (RFID) yang menurutnya gagal.

"Dalam konteks kontrol bahan bakar yang lebih mudah adalah mengadopsi instrumen fiskal policy dengan mengatur standar emisi dan konsumsi BBMnya, kalau dua hal ini sudah diatur lewat regulasi negara, maka pemerintah tidak perlu mengeluarkan tenaga pengawas untuk memelototi pemakaian BBM di SPBU-SPBU," terang Safrudin.

Untuk mendukung hal ini, ia berharap pemerintah mau memberikan insentif fiskal seperti potongan pajak bagi industri otomotif yang mengikuti program ini, sebaliknya bagi industri yang membandel dengan tetap memproduksi kendaraannya yang konsumsi BBMnya tinggi, pemerintah dapat menaikan pajaknya sehingga harga jualnya akan menjadi semakin mahal.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement