EKBIS.CO, BEIJING -- Pada sebuah konferensi global beberapa tahun lalu, mantan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), Larry Summers mengatakan bahwa AS sepertinya lebih memilih menjadi G1, bukan G3 atau G7 sebagai gabungan negara ekonomi terbesar di dunia. AS lebih ingin menjadi penguasa ekonomi tunggal saat ini.
Chief Business Correspondent di BBC News, Linda Yueh mengataan sebuah tanda besar akan terjadinya pergeseran ekonomi dari Barat ke Asia. Salah satunya terlihat ketika Inggris dan negara Eropa lain, termasuk sekutu AS, yaitu Korea Selatan dan Australia mendaftar masuk ke Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) yang dipimpin Cina.
"Ini akan menjadi pesaing dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, lembaga multilateral yang dipimpin AS," tulis Yueh, dilansir dari BBC, Selasa (28/4).
Bukan hanya AIIB, namun negara ekonomi maju baru yang tergabung dalam BRICS, yaitu Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan sepakat mendirikan BRICS Bank. Presiden Rusia Vladimir Putin, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Brasil Dilma Rousseff, Presiden China Xi Jinping , dan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma menandatangani kesepakatan untuk membuat bank pembangunan dengan dana cadangan darurat mencapai 100 miliar dolar AS.
Pada 24 Oktober 2014, sebanyak 21 negara Asia menandatangani nota kesepahaman pendirian AIIB yang berpusat di Beijing. Bank yang dipimpin Cina ini akan membantu pembangunan infrastruktur negara-negara anggota, seperti pelabuhan, jalan, rel kereta api, dan proyek infrastruktur lainnya di Asia.
Negara lain di luar Asia yang sudah menyatakan akan bergabung adalah Austria, Brasil, Denmark, Mesir, Finlandia, Perancis, Jerman, Islandia, Italia, Luksemburg, Malta, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris.
Beberapa ekonom dunia menilai kelahiran BRICS Bank dan AIIB ini tidak mengejutkan, melainkan satu proses evolusi pergeseran kekuatan ekonomi dari Barat ke Timur. IMF juga menyadari bahwa Cina merupakan pendorong pertumbuhan global Amerika, tren yang akan terus berlanjut meskipun Cina sedang di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi.