EKBIS.CO, BANDUNG -- Kota Bandung sebagai kota wisata tidak memiliki jumlah pelayanan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) yang memadai sehingga banyak transaksi jual beli menggunakan mata uang asing.
"Kontribusi nilai transaksi uang kertas asing di Bandung terbesar nomor empat sesudah Jakarta, Denpasar dan Batam senilai Rp 765 miliar. Karena itu penataan KUPVA di Bandung penting dilakukan," kata Deputi Gubernur BI Ronald Waas di Bandung, Jumat (1/5).
Ia menyebutkan Kota Bandung Bandung sebagai destinasi wisata nomor satu Indonesia ternyata tidak cukup banyak memiliki pelayanan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) atau money changer yang berizin. Hal itu memicu maraknya penggunaan mata uang selain rupiah di Bandung oleh wisatawan mancanegara.
Money changer tak berizin dapat meningkatkan risiko penyalahgunaan dan kejahatan seperti pencucian uang, transaksi ilegal, penyelundupan dan pemalsuan uang asing.
Berdasarkan data di BI Jabar, di Kota Bandung ada 14 KUPVA yang berizin. Sementara itu lokasi yang sering padat turis seperti bandara dan stasiun jarang terdapat KUPVA. Mereka terpaksa harus menukarnya di pelayanan KUPVA ilegal atau langsung menggunakan uang asal negaranya.
"KUPVA berizin harus segera dibangun di tempat-tempat umum agar orang-orang asing disiplin menggunakan mata uang lokal. Bandung itu kota wisata, peredaran uang banyak dan tamu asing harus nyaman dengan Bandung," kata Ronald.
Pada 31 Maret 2015, Bank Indonesia juga telah menerbitkan PBI tentang kewajiban penggunaan mata uang rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini dilakukan agar menjaga kestabilan nilai tukar rupiah di Indonesia.