Rabu 06 May 2015 19:27 WIB

'Kebijakan Fiskal Moneter Dongkrak Kinerja Perbankan'

Rep: C87/ Red: Djibril Muhammad
 Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di pusat perekonomian, Jakarta, Selasa (27/1) (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di pusat perekonomian, Jakarta, Selasa (27/1) (Republika/Raisan Al Farisi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Yanuar Rizki menilai perlunya kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong kinerja perbankan. Kinerja perbankan dilihat dari laba bersih pada kuartal I-2015 dinilai mengalami pelambatan.

Menurutnya, pertumbuhan semua sektor menurun pada kuartal I-2015. Akibat semua sektor turun, kinerja bank yang prinsipnya membiayai sektoral juga ikut menurun.

"Jadi itu penurunan karena ekonomi melambat, sementara ekonomi kita ditopang konsumsi, konsumsinya harganya inflasi, jadi pertumbuhannya turun karena harga naik," ujar Yanuar seusai diskusi tentang RUU Perbankan di Hotel Akmani Jakarta, Rabu (6/5).

Sementara dalam kondisi tersebut BI rate tidak naik. Sehingga ada juga kelebihan likuiditas yang akhirnya orang menganggap bunga bank kurang sesuai. Akibatnya, sebagian orang beralih ke saham.

"Jadi bank itu sekarang punya kendala dua, mengelola likuiditas dan mengelola profit," imbuhnya.

Menurutnya, perbankan masih punya ruang yang banyak untuk mendorong kinerja yang lebih baik di kuartal selanjutnya.

Diperkirakan, bank akan lebih banyak mengalokasikan untuk penerbitan surat berharga. Namun, bagi bank kecil yang tidak kuat modal tidak bisa karena ada persoalan rasio kecukupan modal (CAR).

Sedangkan untuk penerbitan surat berharga membutuhkan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang besar. Jadi, bank yang modalnya besar akan memiliki strategi, sedangkan bank yang modalnya kecil cenderung bertahan.

Untuk meningkatkan kinerja perbankan, menurutnya perlu ada terobosan fiskal dan moneter dari pemerintah. Dia menilai pentingnya Presiden memikirkan mitigasi jangka pendek untuk menjaga konsumsi daya beli masyarakat. Sebab, jika daya beli terjaga, akan memicu pertumbuhan kredit

Di samping itu, pertumbuhan ekonomi yang melemah dan kinerja perbankan yang menurun akan berdampak pada kenaikan kredit bermasalah (NPL), khususnya di sektor konsumsi. Namun, saat ini yang terjadi baru penurunan profit, meskipun NPL sedikit naik.

Sebagai gambaran, kinerja laba bersih PT Bank Mandiri (Persero) Tbk pada kuartal I-2015 hanya tumbuh 4,3 persen (yoy), dibandingkan kuartal I-2014 yang tumbuh 14,5 persen (yoy). Secara nominal, laba bersih Bank Mandiri tercatat Rp 5,1 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 4,9 triliun. Salah satu penyebab turunnya pertumbuhan laba bersih yakni beban bunga yang meningkat 35,3 persen, dari Rp 5,06 triliun menjadi Rp 6,85 triliun.

Sedangkan, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk membukukan laba bersih sebesar Rp 6,1 triliun, atau hanya tumbuh 3,3 persen (yoy) dibandingkan kuartal I-2014 yang mencapai Rp 5,9 triliun. Sementara, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencatat pertumbuhan laba bersih lebih positif yakni tumbuh 17,7 persen (yoy). Namun dari segi nominal, laba bersih BNI berada di bawah Bank Mandiri dan BRI. Laba bersih BNI tercatat sebesar Rp 2,82 triliun pada kuartal I-2015, dibandingkan kuartal I-2014 tercatat sebesar Rp 2,39 triliun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement