Rabu 13 May 2015 17:48 WIB

Menkeu Bambang Upayakan Pertumbuhan Ekonomi Sebaik Mungkin

Rep: c84/ Red: Satya Festiani
Bambang Brodjonegoro Menteri Keuangan
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Bambang Brodjonegoro Menteri Keuangan

EKBIS.CO, JAKARTA -- Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada kuartal I 2015 hanya sebesar 4,7 persen atau lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebesar 5,2 persen, menurut Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro tidak hanya dialami Indonesia.

Bambang mengatakan, perlambatan ekonomi juga dirasakan sejumlah negara-negara lain di dunia. Kata dia, World Economic IMF yang menjadi rujukan prediksi pertumbuhan ekonomi pun telah menurunkan target pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 3,1 persen yang berarti lebih rendah daripada prediksi sebesar 3,6 persen pada awal tahun ini.

"Ini yang membuat prediksi pertumbuhan ekonomi tidak mudah dimana IMF juga melakukan revisi. Asumsi ekonomi yang telah dibuat seolah-olah tidak bisa mengubah, padahal pertumbuhan ekonomi sangat dinamis karena terkait ekonomi global," ujarnya dalam seminar ekonomi Strategi Mewujudkan Arsitektur Sistem Keuangan dan Perbankan Nasional yang Tangguh, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (13/5).

Bambang menambahkan, meski perlambatan ekonomi dunia terjadi, pihaknya tetap mengupayakan pertumbuhan sebaik mungkin.

"Jadi bukan menurunkan pertumbuhan ekonomi, siapa yang mau menurunkan pertumbuhan, enggak ada," tegasnya.

Terkait kebijakan pemerintah yang telah menargetkan pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perubahan sebesar 5,7 persen, Bambang mengatakan hal tersebut berdasarkan asumsi makro.

"Yang namanya 5,7 persen itu asumsi dalam APBN. Waktu itu ya kita melihatnya 5,7 persen, sekarang kita melihat 5,4 persen lebih realistis," lanjut Bambang.

Menurut Bambang, melambatnya perekonomian China menjadi salah satu alasan terjadinya perlambatan ekonomi global. China, kata dia, yang sebelumnya diprediksi tumbuh 7,14 persen di 2014 diubah menjadi 6,8 persen di 2015, dan 7 persen di kuartal I 2015.

"China telah memotong rate (bunga) beberapa kali karena ingin mempercepat ekonomi dari basis investasi ke konsumsi sehingga prediksi 6,8 sampai 7 persen itu masuk akal," sambungnya.

Selain itu, ia mengatakan kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS) juga ikut memengaruhi terjadinya perlambatan global. Bambang melanjutkan, hal ini akibat dari risiko normalisasi ekonomi global dari Amerika Serikat (AS), meski AS memandang hal tersebut belum lah maskimal mengingat masih belum juga mengurangi jumlah pengangguran di negaranya.

Perlambatan kenaikan dan memperkecil suku bunga acuan yang dilakukan The Fed, ia katakan, tetap akan berpengaruh pada perekonomian negara lain tak terkecuali Indonesia. Untuk itu, demi menjaga sistem keuangan Indonesia, Bambang berencana dengan berbagai instansi terkait untuk melakukan berbagai antisipasi dengan terus memantau kondisi ekonomi global.

Bambang menilai Indonesia tidak terus membebankan perekonomian dari sektor komoditas. Sebab, ia menilai apabila harga komoditas tidak stabil secara otomatis juga akan akan membuat perekonomian ikut tidak stabil. Sebagai altenatifnya terutama dalam jangka panjang, ia menyarankan untuk memanfaatkan sektor manufaktur.

"Selama ada value added, saya yakin akan lebih tahan terhadap goncangan. Saat ini harga komoditas bergejolak apalagi harga minyak juga turun sangat berdampak kepada perekonomian," paparnya.

Selain uraian tersebut, Bambang memandang adanya kepentingan politis sejumlah negara yang menyebabkan rendahnya harganya minyak dunia yang dapat mengancam perekonomian banyak negara. Jika hal ini terus berlanjut dalam waktu yang lama, Bambang menilai hanya Arab Saudi saja yang mampu bertahan. Sedangkan negara lain seperti Rusia dan Amerika Serikat diprediksi mengalami kejatuhan lantaran ia nilai biaya kedua negara tersebut masih cukup mahal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement