Rabu 20 May 2015 07:50 WIB

Kehadiran Teluk Lamong Jadi Momentum Kebangkitan Maritim

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pembangunan Terminal Peti Kemas berlangsung di Pelabuhan Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (3/6).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Pembangunan Terminal Peti Kemas berlangsung di Pelabuhan Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (3/6).

EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) atau Pelindo III telah menyelesaikan revitalisasi Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) dan pembangunan Terminal Teluk Lamong. Keduanya kini telah siap dioperasikan dan menurut rencana akan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada tangal 22 Mei 2015 mendatang.

Direktur Utama Pelindo III Djarwo Surjanto mengatakan bahwa dengan selesainya revitalisasi APBS dan pembangunan Terminal Teluk Lamong daya saing Indonesia sebagai negara maritim akan semakin meningkat. Selesainya dua proyek besar Pelindo III itu diharapkan dapat sebagai pemicu bangkitnya sektor maritim di Indonesia khususnya di bidang logistik dan kepelabuhanan.

“Kami bermaksud mengawali kebangkitan maritim Indonesia dari Jawa Timur, dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kita ketahui bersama kalau Jawa Timur itu bumi Majapahit. Ini momentum yang tepat karena bertepatan dengan perayaan Hari Kebangkitan Nasional,” kata Djarwo dalam jumpa pers di Hotel Sultan, Jakarta (19/5).

Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) sendiri adalah akses masuk ke kawasan Pelabuhan Tanjung Perak dan sekitarnya. Akses ini berhasil direvitalisasi dengan cara diperdalam dan diperlebar.  Sebelumnya, APBS hanya memiliki kedalaman minus 9,5 meter Low Water Sping (LWS) dan lebar 100 meter.

Kondisi ini mengakibatkan ukuran kapal yang melalui Pelabuhan Tanjung Perak menjadi terbatas. Pasca revitalisasi, APBS memiliki kedalaman hingga minus 13 meter LWS dan lebar 150 meter.

“Dulu APBS hanya bisa dilalui kapal-kapal berukuran 15 ribu deadweight tonnage (DWT). Pasca revitalisasi kapal-kapal yang melalui Pelabuhan Tanjung Perak dan sekitarnya bisa mencapai 80 ribu DWT,” tambahnya.

Kondisi tersebut menurut Djarwo sangat menguntungkan, bukan hanya bagi Pelindo III tetapi juga bagi pelabuhan-pelabuhan dan industri yang ada di sekitar Pelabuhan Tanjung Perak. Pabrik pupuk PT Petrokimia Gresik misalnya, sebelum revitalisasi kapal-kapal mereka hanya mampu membawa fosfat 15 ribu ton. Kini, dengan alur yang memadai mereka dapat mendatangkan fosfat 60 hingga 80 ribu ton.

Tak hanya itu, kapal-kapal pengangkut petikemas yang selama ini hanya mampu mengangkut muatan 1.500 TEUs kini dapat membawa 3.000 TEUs. Kondisi ini tentunya akan berdampak pada daya saing logistik nasional yang berpengaruh pada harga jual barang ke konsumen.

“Dengan kondisi APBS saat ini, memungkinkan Pelabuhan Tanjung Perak membuka jalur pelayaran langsung menuju Cina maupun negara-negara lainnya. Selama ini kapal-kapal kita baru sampai Singapura,” lanjut Djarwo.

Sementara itu untuk meningkatkan daya saing terminal, Pelindo III membangun Terminal Teluk Lamong. Terminal ini dibangun sebagai perluasan dari Pelabuhan Tanjung Perak sekaligus sebagai antisipasi over capacity di pelabuhan terbesar kedua di Indonesia itu.

Direktur Teknik dan Teknologi Informasi Pelindo III Husein Latief mengungkapkan Terminal Teluk Lamong tahap pertama memiliki luas sekitar 40 hektar terminal ini mulai dibangun sejak tahun 2010 lalu dan dinyatakan selesai pada tahun 2014. Sedianya, terminal ini akan digunakan untuk melayani petikemas domestik, petikemas internasional, dan curah kering dengan standar pangan.

“Terminal Teluk Lamong tahap pertama ini memiliki kapasitas 500 ribu TEUs petikemas domestik dan 1 juta TEUs petikemas internasional. Untuk curah kering akan siap tahun 2016 dengan kapasitas 5 juta ton,” jelas Husein.

Terminal Teluk Lamong disebut-sebut sebagai terminal tercanggih dan pertama di Indonesia yang menggunakan sistem operasi otomatis dan ramah lingkungan. Hampir sebagian besar alat-alatnya digerakkan dengan tenaga listrik dan tenaga gas. Hanya beberapa alat yang masih menggunakan bahan bakar minyak, itupun bahan bakar dengan standar EURO 4.

“Bahkan ada alat yang di atasnya tidak ada operatornya. Alat tersebut dioperasikan dari ruang kontrol oleh operator-operator perempuan. Ini untuk memininalkan risiko kecelakaan di dalam terminal,” tambahnya.

Pemilihan alat-alat dengan teknologi canggih itu didasarkan pada semangat untuk mengurangi emisi gas karbon di lingkungan pelabuhan. Selama ini pelabuhan identik dengan kawasan yang kotor dan sebagai sumber polusi udara. Untuk mendukung pasokan tenaga listrik, Pelindo III juga berencana membangun pembangkit listrik tenaga mesin gas.

Nilai Investasi

Kedua proyek besar Pelindo III itu membutuhkan investasi sebesar Rp 4,5 triliun. Djarwo mengungkapkan sumber pendanaan tersebut berasal dari internal perusahaan dan pinjaman modal. Bahkan untuk mendukung proyek-proyek Pelindo III lainnya, perseroan pada Oktober tahun 2014 melakukan pinjaman global (global bond) dengan nilai USD 500 juta.  Keberhasilan Pelindo III dalam memperoleh global bond menjadikan perseroan sebagai BUMN keempat serta BUMN infrastruktur pertama yang memperoleh kepercayaan internasional.

“Revitalisasi APBS dan pembangunan Terminal Teluk Lamong hanyalah contoh saja. Masih banyak proyek-proyek pengembangan pelabuhan yang kami lakukan di seluruh wilayah kerja kami,” ucap Djarwo.

Proyek besar Pelindo III lainnya yang kini masih dalam proses pengerjaan adalah pembangunan Java Integrated Industrial and Port Estate. Proyek itu akan menggabungkan kawasan pelabuhan dan kawasan industri dalam satu area dengan luas sekitar 2.500 hektar.

Menurut rencana proyek ini akan selesai dan mulai beroperasi pada tahun 2017 mendatang. Semua itu dilakukan oleh Pelindo III guna mewujudkan konsep Greater Surabaya Metropolitan Port yang menjadikan Pelabuhan Tanjung Perak sebagai pusat dari seluruh fasilias pelabuhan yang ada di sepanjang Selat Madura.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement