EKBIS.CO, NUSA DUA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong dunia usaha bidang perikanan, khususnya tuna untuk mendapatkan sertifikasi Marine Stewardship Council (MSC). Hal ini didorong desakan konsumen dunia tentang kelestarian sumber daya ikan yang memaksa mayoritas retailer besar di Amerika dan Eropa berkomitmen hanya membeli produk perikanan tuna yang disertifikasi MSC.
"Sebanyak 20 perusahaan menjadi target sertifikasi tahun ini," kata Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Saut P Hutagalung dalam the 4th International Coastal Tuna Business Forum di Nusa Dua, Bali, Selasa (26/5).
Saat ini, kata Saut satu perusahaan tuna di Maluku telah meraih sertifikasi MSC. Tuna menyumbang nilai ekspor tertinggi bagi Indonesia di sektor perikanan setelah udang, yaitu mencapai 89,41 juta dolar AS pada kuartal I 2015. Dalam lima tahun terakhir, Indonesia juga menjadi negara penghasil tuna terbesar kedua di dunia dengan memasok lebih dari 16 persen total produksi tuna dunia.
Tuna menjadi salah satu sumber makanan penting, yaitu sebagai sumber protein. Hal ini menyebabkan permintaan tuna di dunia meningkat, sehingga perlu sertifikasi untuk menjamin pengelolaan tuna berkelanjutan.
Pemerintah sebelumnya melakukan serangkaian aksi untuk meningkatkan produksi tuna berkelanjutan, seperti menerbitkan kebijakan moratorium perizinan kapal eks-asing melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PermenKP) No.56/204. serta pelarangan alat tangkap merusak melalui PermenKP No. 2/2015. Menurut Saut, jika illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing ini berhasil, maka perairan Indonesia akan menghasilkan lebih banyak ikan tuna dan cakalang dalam beberapa bulan mendatang.
Indonesia juga belajar dari Maladewa yang seluruh perikanan tunanya telah disertifikasi MSC. Menteri Kelautan dan Pertanian Maladewa, Mohamed Shainee dijumpai di tempat yang sama menilai perikanan tuna di Indonesia bukan hanya memberi kontribusi ekonomi ke negara ini, namun juga masyarakat kelautan, khususnya nelayan.
"Sertifikasi ini persyaratan pasar global. Sinergi Indonesia dan Maladewa sangat penting supaya dunia internasional ke depannya memberi perhatian lebih untuk kedua negara," kata Shainee.
Penangkapan tuna menggunakan pancing huhate (pole and line) dan pancing tangan (handline) di Indonesia mencapai 150 ribu ton per tahun. Nilai ini merupakan hasil tangkapan terbesar di dunia dengan alat tangkap sejenis. Sektor perikanan Indonesia juga menyerap 11 persen tenaga kerja nelayan tradisional.
Hal tersebut dinilai Shainee penting dalam meningkatkan mengentaskan kemiskinan, sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Indonesia juga bisa berkolaborasi dengan Thailand dan Filipina yang juga produsen besar tuna untuk mendorong sertifikasi tuna di kawasan regional.