EKBIS.CO, BEKASI -- Hasil uji laboratorium dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menyatakan hasilnya negatif bahwa tidak ada beras plastik. Hasil uji lab tersebut bertolak dari hasil uji laboratorium yang dilakukan Pemerintah Kota Bekasi melalui Sucopindo yang menyatakan bahwa beras tersebut positif mengandung bahan plastik.
Terkait hal itu, pelapor beras plastik di Bekasi, Dewi Septiani mengatakan bahwa ia sudah menyerahkan semuanya kepada penyidik dan pihak-pihak yang berkepentingan. Inilah kutipan wawancara lengkap ROL dengan Dewi Septiani.
Bisa ceritakan lagi awal mula beras plastik?
Pada Rabu (13/5) saya beli beras ke toko langganan saya. Saya beli dan dikonsumsi oleh adik saya. karena saya waktu itu lagi di luar kota, adik saya menelpon saya dan dia bilang kok berasnya beda ya? Kata saya, oke nanti saya lihat deh, selang satu jam kemudian dia menelpon lagi dan dia tanya, habis makan nasi kok beda ya? Kata dia seperti orang mual, sakit perut, rasa pun getir di mulut.
Pada Sabtu (17/5) pukul 16.00 WIB saya pulang ke rumah, namun belum sempat ke ruko. Setelah Senin (18/5) baru saya ke ruko. Ketika itu sekitar pukul 04.00 WIB waktu subuh saya mau masak, saat itulah muncul keanehan saat masak bubur, biasanya satu jam kelar ini kok tidak kelar-kelar, kita tambah air lagi, dan menambah waktunya juga hampir dua jam, dan hasilnya pun tetap sama. Akhirnya kita gagal dan saya tidak mengolah lagi. Saya bilang ke adik saya, ayo kita coba lagi dengan yang baru, ternyata setelah dicoba lagi hasilnya tetap sama.
Terus, saya bilang sama adik saya, kita gak usah dagang hari ini dik, karena ini gak sehat dimakan, nanti kalau yang makan kenapa-napa bagaimana?
Hari itu juga saya diskusi sama suami saya, mengadu tentang beras itu. Ternyata pas diskusi kita ingat-ingat waktu di Sukabumi pernah nonton berita dan youtube tentang adanya beras plastik dari Cina yang sudah menyebar ke Asia tenggara. Akhirnya dengan asumsi seperti itu, saya menyimpulkan beras ini palsu, karena tidak bisa dimakan.
Kemudian, saya inisiatif cari email BPOM lah untuk mengadukan ini, ada apa dengan beras saya kok seperti itu, namun tidak langsung mendapat respon, dan pada akhirnya saya upload ke FB dan twitter sama instagram. Sebelumnya suami saya sudah bilang hati-hati dalam upload foto itu, dan saya bilang sama dia insyaallah lah soalya ini buat kebaikan kita semua, kalau contoh beras kayak gini kan tidak baik untuk dimakan, dan tidak layak untuk kita masak juga. Kan kasihan, yang rugi kan bukan hanya pedagang saja, konsumen juga pun sama, ini masalahnya bukan perut satu.
Suami saya juga bilang waktu saya upload tentang foto tersebut, dia meminta says untuk mengembalikan atau minta ganti sama pedagang berasnys. Kata saya ini kalau kita kembalikan dan sampai ke tangan orang lain kasihan, saya cuma ingin tahu beras ini kenapa?
Secara fisik ketika itu apa bedanya beras asli sama palsu?
Seperti yang saya bilang, biasanya saya masak bubur 1 jam sudah halus, tapi ini tidak hancur-hancut. Beras itu malah cuma bulirannya membesar saja, tidak menyatu dengan air. Dan pada saat matang bau khas kan terasa, tapi ini aneh. Dan ketika dimulut rasanya getir.
Saya sebelumnya sudah nonton di youtube dan TV, dan informasinya seperti itu, dan ciri-cirinya sebelum dimasak secara kasat mata tidak kelihatan, tapi kalau dilihat di bawah terik matahari memang putihnya lebih bening dari beras biasa. Terus guratan mata putihnya pun tidak ada sebagaimana beras biasa.
Sebelumnya saya juga klarifikasi dari pertama bahwa dari awal saya tidak mau memojokkan si penjual karena saya sudah berhubungan baik dengan beliau, saya yakin dia juga tidak salah saya Cuma ingin tahu beras saya ini kenapa?
Setelah adanya beras plastik, bagaimana kalau ibu membeli beras?
Secara pribadi jelas saya was-was, saya masih memilih-milih terus lah ya. Saya sekarang nitip sama suami, karena suami yang tahu juga merknya, untuk sementara ini saya belum terjun ke pasar langsung. Karena kondisi psikologis saya juga ya, tentunya manusiawi juga ada rasa takut dan malu. Karena pada dasarnya saya tidak ingin seperti ini kejadiannya.
Pada dasarnya saya tidak ingin terjadi pada orang lain, apalagi kan anak-anak yang makan. Karena saya ini rumah tangga punya anak punya suami, sesama manusia berkewajiban saling mengingatkan, aware lah, sekarang lebih berhati-hati, karena makanan skarang tidak ada yang murni, tapi semuanya kembali ke individu masing-masing. Karena saya pribadi berkomitkan saat pertama dagang mengharapakan sehat halal dan thoyibah.
Apakah benar pihak kepolisian memojokkan atau intimidasi ibu?
Sebenarnya Alhamdulillah sampai saat ini istilah memojokkan tidak ada, hanya saat BAP pertama saja. Saat itu saya merasa seperti ditekan lah ya, dipersalahkan. Itu saat BAP pertama, kalau sekarang tidak ada. Jadi kondisinya pada Selasa (19/5)tepatnya saya dibawa ke pihak kepolisian sektor Bantar Gebang, alasannya untuk dimintai keterangan katanya pun cuma sebentar, ternyata hampir 10 jam lamanya.
Saat BAP pertama tersebut, tim penyidik mengatakan pada saya kalau ini tidak terbukti bahwa beras ini ada unsur plastiknya saya akan dituntut balik dan penyidik itu bilang pada saya bahws saya harus bertanggung jawab karena berita ini menyebar dan akan membuat keresahan. Disitu saya sudah banyak minta maaf pada polisi, saya tidak ada maksud seperti itu, saya ini rumah tangga pak saya dagang, saya bermaksud baik. Ini kan bukan demi satu perut ya, semuanya mesti hati-hati.
Setelah kejadian itu, ada tetangga yang bawa beras untuk mengecek sama-sama, kita uji sederhana lah ya di atas setrikaan panas, kalau nempel berarti beras plastik kalau tidak berarti asli, dan ternyata benar beras plastik.
Tetangga pada datang dan mensupport saya juga. Mereka bilang mendukung berita ini. Pada intinya tidak ada intimidasi dari masyarakat, malah mereka mendukung, malah yang tidak dikenal juga datang.