EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menekankan pentingnya segera melakukan peralihan dari kendaraan berbasis fosil ke kendaraan listrik (electric vehicle/EV) untuk mengurangi dampak buruk polusi udara terhadap lingkungan.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin dalam Dekarbonsasi Sektor Transportasi Melalui Adopsi KBLBB untuk Indonesia Lebih Baik di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat, mengatakan hal itu sebagaimana hasil penelitian polusi udara di DKI Jakarta.
“Bapak ibu kalau ke Jakarta bisa merasakan, air quality-nya (kualitas udaranya) sangat buruk. Begitu kita teliti, hasil penelitian itu semua konsisten bahwa penyebab utama polusi udara di Jakarta itu sebenarnya dari sektor transportasi,” katanya sebagaimana dipantau secara daring di Jakarta, Jumat (3/11/2023).
Rachmat menuturkan sejumlah penelitian dari berbagai lembaga mencatat bahwa sejumlah polutan yang mendominasi seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), serta partikulat PM10 dan PM2,5 ternyata berasal dari sektor transportasi.
Ia menyebut pihaknya juga telah melakukan sejumlah studi berdasarkan sumbernya untuk melihat jejak polutan-polutan tersebut.
“Berdasarkan sampling, mayoritas dari transportasi itu kalau di Jakarta. Saya juga khawatir di daerah yang macet-macet seperti ini, dan industrinya tidak banyak seperti di Makassar, kalau kita nggak handle nanti akan seperti Jakarta,” katanya.
Oleh karena itu, Rachmat menekankan pentingnya elektrifikasi kendaraan guna menanggulangi pencemaran udara, khususnya di kota-kota besar yang telah padat kendaraan.
Di sisi lain, mantan CEO Bukalapak itu mengakui standar BBM di Indonesia memang sedikit di bawah negara-negara maju. Belum lagi standar emisi kendaraan bermotor yang masih belum setinggi standar di negara maju.
Hal itu pulalah yang menjadi alasan lain buruknya pencemaran udara di Jakarta.
“Memang standar bensin atau solar kita sedikit lebih rendah daripada negara-negara maju dan juga mesinnya sendiri. Jadi memang industrial policy juga penting,” ujarnya.
Lebih lanjut, Rachmat mengemukakan peralihan ke kendaraan listrik juga perlu dilakukan segera lantaran prosesnya yang tidak semudah membalik telapak tangan.
Ia mencatat saat ini ada 130 juta unit motor dan 20 juta unit mobil yang beredar di Indonesia. Sementara itu, penjualan motor mencapai 6-7 juta unit dan penjualan mobil sebesar 1 juta unit per tahun.
“Paling tidak butuh 20 tahun seandainya seluruh penjualan saat ini diganti ke EV. Itu pun masih butuh 20 tahun untuk habisi semua. Dan hari ini penjualan (kendaraan listrik) bahkan hanya 1-2 persen. Masih sangat jauh,” katanya.
Rachmat juga menegaskan upaya mempercepat peralihan ke kendaraan listrik perlu dilakukan menyusul tren global yang telah mengarah ke EV. Indonesia perlu memanfaatkan peluang sebagai salah satu negara pengimpor kendaraan penumpang terbesar di Asia Tenggara.
“Kalau kita tidak mulai sekarang apa yang kita kerjakan hari ini, kita akan selalu bergantung pada kendaraan impor,” katanya.
Kesuksesan adopsi dan industri kendaraan listrik juga sejalan dengan upaya mengurangi emisi, mengurangi ketergantungan impor BBM, mendorong ekonomi sirkular serta melakukan diversifikasi ekonomi dengan mengembangkan seluruh rantai pasok EV.