EKBIS.CO, JAKARTA -- Kondisi nilai tukar rupiah masih terjadi fluktuasi terhadap dolar AS. Pada penutupan Rabu (27/5), rupiah berada di level Rp 13.200 per dolar AS.
Chief Economist Global Market Permata Bank Josua Pardede mengatakan, tahun ini rupiah akan lebih stabil di level Rp 13.000 terhadap dolar AS. Menurutnya, dampak upgrading outlook Standar and Poor (S&P) dari stabil menjadi positif juga belum direspons secara positif oleh investor. Sebab, investor asing dan pelaku pasar masih menunggu konfirmasi dari rating Indonesia di-upgrade. Sehingga harus ada kerja keras lagi dari pemerintah untuk menunjukkan kepada investor dan lembaga rating internasional bahwa fundamental Indonesia jauh lebih baik tahun ini.
"Untuk tahun ini belum ada arah di bawah Rp 13.000 per dolar AS. Kondisinya kita masih mengalami defisit transaksi berjalan, sekalipun laju impor BBM sedikit turun tapi ada peluang di semester II impor barang modal dalam hal pembangunan infrastruktur akan jauh lebih meningkat," jelas Josua di sela-sela seminar terkait mata uang di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Kamis (28/5).
Josua menjelaskan, gejolak rupiah yang dialami Indonesia tidak lepas dari penguatan dolar AS. Menurutnya, yang sebenarnya terjadi bukan pelemahan rupiah melainkan penguatan dolar terhadap hampir seluruh mata uang di dunia. Sebab, kondisi nilai tukar rupiah masih dipengaruhi oleh neraca transaksi berjalan yang masih defisit, pelambatan ekonomi global, pertumbuhan ekonomi yang melambat serta potensi inflasi yang masih cenderung meningkat. Selain itu, adanya tren harga minyak dunia yang kembali naik.
Untuk meredam gejolak nilai tukar rupiah, dengan memperkuat fundamental ekonomi serta kebijakan Bank Indonesia pada stability over growth. Pada saat the Fed menaikkan suku bunga akan ada aliran modal keluar, sehingga nilai tukar rupiah bisa cenderung stabil.
Selain itu, koordinasi dengan pemerintah untuk menjaga fundamental menjadi langkah cukup baik untuk menjaga rupiah supaya berada di level fundamental.
Caranya, kata Josua, langkah awal pengalihan subsidi BBM ke sektor produktif dinilai cukup baik. Namun, saat ini yang menjadi penting adalah efisiensi dan efektivitas penyerapan anggaran agar lebih berkualitas. Sebab, penyerapan anggaran itu yang akan dilihat oleh investor. Ujung-ujungnya akan ada potensi dalam 12 bulan ke depan rating Indonesia dinaikkan. Sehingga akan menarik investasi dan rupiah akan jauh lebih stabil. Meskipun ada gejolak dari luar seperti kenaikan suku bunga the fed dan pemulihan ekonomi Eropa. "Dengan memperkuat fundamental dan stabilitas nilai tukar terus dijaga saya pikir rupiah bisa terus dijaga di level Rp 13.000," tandasnya.