Senin 08 Jun 2015 22:01 WIB

Tanpa Sertifikasi, Ekspor Hasil Hutan Indonesia Hilang Rp 65 T

Rep: C91/ Red: Djibril Muhammad
Drajad Wibowo
Foto: Republika/Prayogi
Drajad Wibowo

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pensiun dari politik, mantan wakil ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN), Drajat H. Wibowo memilih aktif lagi di bidang pembangunan berkelanjutan. Ia bahkan mendirikan Sustainable Development Indonesia (SDI) yang berfokus pasa kajian serta implementasi pembangunan berkelanjutan.

Lewat SDI, pada 9 September 2011, Drajat lalu mendirikan Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC). Lembaga tersebut bergerak di bidang pengelolaan Hutan Lestari dan berfokus pada sertifikasi (SFM).

"IFCC ini didirikan untuk mendorong penerapan SFM di Indonesia, mengingat pengelolaan hutan Indonesia dinilai dunia jauh dari kaidah-kaidah kelestarian," jelasnya di Jakarta, Senin, (8/6).

Ia menambahkan, Indonesia semakin ditekan, sebab dianggap gagal mengatasi pembalakan liar, serta perdagangan ilegal hasil hutan.

Menurutnya pelaku usaha di bidang kehutanan dan industri pun terkena imbasnya. Mereka tambah sulit menjual produknya ke pasar dunia, karena tak dapat membuktikan produknya dari hutan yang dikelola sesuai standar SFM.

"Maka pembuktian itu diwujudkan melalui sertifikat SFM dan sertifikat lacak balak. Pelaku usaha bisa membuktikan konsumen global bahwa dari hulu hingga hilir produknya dari hutan SFM," jelasnya.

Ia menegaskan, IFCC didirikan duntuk menjawab keluhan itu. Drajad juga mengungkapkan, ekspor bubur kertas dan kertas Indonesia bernilai 4,28 miliar dolar Amerika pada 2013, lalu meningkat di atas 5 miliar dolar AS pada 2014.

Sedangkan konsumen di Amerika Utara dan Eropa Barat mensyaratkan sertifikat SFM. Di Asia Pasifik, Jepang, serta Australia pun mengajukan syarat serupa.

"Jadi jika Indonesia tidak mempunyai sertifikat yang diakui dunia, ekspor senilai lebih dari Rp 65 triliun pertahun terancam. Dihitung, tanpa sertifikasi Indonesia bisa kehilangan ekspor Rp 15 sampai 20 triliun per tahun," jelasnya.

Kini IFCC sudah diakui secara internasional, sebab telah menjadi anggota dan National Governing Body (NGB) di Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) sejak 2012. PEFC merupakan skema sertifikasi SFM dan CoC terbesar di dunia saat ini yang berbasis di Jenewa. Swiss.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement