EKBIS.CO, JAKARTA -- Industri kehutanan terus didorong agar menerapkan pola kelola hutan lestari. Untuk itu Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melakukan relaksasi dalam bentuk perubahan kebijakan agar semakin efisien.
Direktur Bina Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kemenhut, Bambang Hendroyono mengatakan efisiensi akan dilakukan melalui pengembangan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Pola ini mengatur proses mendapatkan izin kelola berdasarkan tapak. "Ini sekaligus menghindari ekonomi berbiaya tinggi," ujar Bambang dalam diskusi Pengembangan Hutan Produksi Berbasis KPH, Senin (5/5).
Ada tiga proses bisnis yang diatur melalui KPH. Pertama, adalah proses mendapatkan Surat Keputusan (SK) bisnis. Lalu setelah SK bisnis keluar, perusahaan dituntut mempunyai dokumen berisi Rencana Kerja Usaha (RKU) tahunan hingga 10 tahunan.
Pada tahap ini, diperlukan rekomendasi Bupati dan Gubernur. Agar efektif, rekomendasi dari Bupati harus keluar dalam waktu 21 hari. Lalu rekomendasi dari Gubernur harus keluar dalam waktu 30 hari.
Dalam RKU tersebut, harus dicantumkan rencana pembiayaan dan jadwal kegiatan bisnis. Proses ketiga, yaitu penyerahan RKU yang berisi rencana penanaman dan penebangan. Proses bisnis terakhir ini harus menjelaskan bagaimana pengolahan bahan baku dari hulu ke hilir. "Jadi misalnya, kita akan tahu bagaimana kayu bulat diambil, diolah, sampai akhirnya masuk ke industri," ujar Bambang.
Ia pun optimistis KPH dapat membuat industri kehutanan lebih bergairah. Saat ini jumlah hutan produksi tercatat 73,94 juta hektare (ha). Jumlah ini terdiri dari Hutan Produksi Tetap (HP) sebanyak 28,82 juta ha, Hutan Produksi Terbatas (HTP) sebanyak 27,95 juta ha dan Hutan Produksi Konversi (HPK) sevanyak 17,17 juta ha. Dari jumlah tersebut sebanyak 12 juta ha yang masuk dalam KPH.
Selanjutnya, pemanfaatan hutan pada KPH akan dilakukan dengan cara kemitraan dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Permenhut 47/2013 tentang Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu. Kemitraan dilakukan dengan pihak Ketiga seperti masyarakat setempat, BUMN/BUMD, koperasi dan UMKM. Kerja sama dengan pihak ketiga dilakukan dalam rangka kemitraan maupun peluang usaha. Dengan mekanisme KPH, konflik dengan masyarakat diharapkan bisa diatasi.