EKBIS.CO, JAKARTA --- Staf Ahli Menteri Keuangan, Arif Budimanta, menegaskan pemerintah terus bekerja keras untuk mencapai stabilitas pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah.
Hal itu menanggapi hasil kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang menilai perkembangan ekonomi semester I-2015 menunjukkan lampu kuning.
Arif menjelaskan, melihat pertumbuhan itu relatif, terutama dari sisi produktivitas. Rata-rata 10 tahun lalu, ekonomi Cina tumbuh 9 persen, Indonesia tumbuh 5,5-6 persen. Kemudian sampai kuartal I-2015, Indonesia tumbuh 4,71 persen, dan Cina diharapkan tumbuh 6,8 persen.
"Artinya relatif secara produktivtas pertumbuhan kita jauh lebih baik. Walaupun memang secara asumsi makro di bawah target, tapi kita terus kerja mengejar pertumbuhan ekonomi yang ada," jelasnya saat dihubungi Republika, Rabu (10/6).
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2015 menunjukkan situasi yang masih tetap promising terhadap perkembangan ekonomi Indonesia. Intinya, kata Arif, Indonesia tetap tumbuh pada level yang moderat dibandingkan ekonomi dunia yang lain.
Terkait nilai tukar, dia menilai pelemahan rupiah saat dianggop sebuah kesempatan untuk meningkatkan ekspor. Selain itu, pelemahan rupiah juga dipengaruhi faktor eksternal. Salah satunya, data pekerjaan di Amerika yang membaik.
Data obligasi di AS terus meningkat, secara yield juga meningkat. Artinya, aliran modal lebih mengarah kembali ke AS. Sehingga menimbulkan tekanan terhadap mata uang lain termasuk rupiah. Namun, dalam pelemahan rupiah akan bersilangan terhadap mata uang lain.
Negara lain justru melemahkan nilai tukar untuk mendorong ekspor. Salah satunya Jepang sengaja melemahkan nilai tukar untuk menjaga daya saing produk-produknya. Rubel Rusia juga melemah. Menurutnya, yang paling penting menjaga daya saing terhadap nilai tukar, sehingga di dalam perdagangan dapat menghasilkan devisa.
"Memang yang sekarang dikerjakan pemerintah serius, pegaruhnya terhadap inflasi, terutama bahan makanan. Sekarang lagi dikerjakan sungguh-sungguh, kalau dapat ditekan maka daya beli diharapkan dapat terjaga," imbuhnya.
Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan kartu keluarga sejahtera bagi masyarakat miskin. Pemerintah juga masih terus memberikan beras raskin. Karena dari pengeluaran rumah tangga khususnya masyarakat miskin hampir 20-30 persen berasal dari beras.
Pemerintah tetap melancarkan strategi menjaga daya saing terhadap nilai tukar dan menjaga stalilitas pertumbuhan. "Sambil menyiapkan perlindungan sosial bauran kebijakan dan operasi moneter untuk menjaga momentum. Kita harus jaga stabilitas nilai tukar yang memiliki daya saing terhadap produk," ujarnya.