EKBIS.CO, JAKARTA - Komisi IV DPR melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) tersebut, juga turut diundang para pakar perikanan.
Salah satunya adalah Guru Besar Kelautan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Rokhmin Dahuri. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Megawati Sukarnoputri tersebut mengungkapkan, draft RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan sudah cukup komplit. Namun, dia memberikan sejumlah saran baik dari sisi lingkungan maupun sisi bisnis.
Dari sisi bisnis, Rokhmin juga memberikan sejumlah masukan diantaranya dukungan pemerintah terhadap nelayan dan pembudidaya. Rokhmin mencontohkan, pemerintah di Cina bahkan memberikan bermacam-macam subsidi untuk nelayan dan pembudidaya di sana.
Selain itu, dia juga menyarankan agar diatur bagaimana keuntungan dari produk perikanan dan kelautan, bisa dinikmati lebih banyak oleh nelayan dan pembudidaya.
“Kenapa tidak niru Thailand? Keuntungan maksimal yang boleh dinikmati pedagang 30 persen. Ini untuk memastikan keuntungan baik dari input dan output dinikmati nelayan dan pembudidaya ikan. Kita mau memakmurkan nelayan, bukan pedagang,” kata Rokhmin.
Kedua, dia memberikan masukan agar pemerintah mengatur kebijakan kredit dan bunga bank untuk nelayan-pembudidaya dan juga petani. Suku bunga pinjaman di Indonesia tahun 2014 mencapai 14 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia (4,8 persen), Filipina (5,7 persen), Singapura (5,4 persen), Thailand (7,2 persen), Australia (7 persen), Jepang (1,4 persen), AS (3,3 persen), dan Canada (3 persen).
“Persyaratan pinjam, susah sekali. KUR itu kalau menteri dan presiden berkunjung ada, kalau tidak hadir perbankan tidak mau meminjami nelayan. Harus di UU ini masuk, bunga bank untuk nelayan pembudidaya serta petani. Pantas saja kalau investasi di Thailand lebih mudah, ikan kita akan tercuri terus,” jelas Rokhmin.
Masukan lainnya, Rokhmin meminta pemerintah untuk mengatur Upah Minimum untuk para anak buah kapal (ABK) dan menetapkan garis kemiskinan yang lebih layak, serta tidak mengacu pada garis kemiskinan BPS. “Pendapatan minimal nelayan pembudidaya minimal Rp 4 juta per orang per pelaku usaha. Kalau kurang dari itu niscaya miskin terus. ABK tiap orang dapat Rp 4 juta,” kata dia.
Selain itu, dia juga memberikan masukan agar pemerintah bisa menyediakan pekerjaan subtitusi bagi nelayan selama 3-4 bulan mereka tidak melaut karena cuaca buruk dan paceklik.