EKBIS.CO, JAKARTA -- Peneliti dari Indef Eko Listyanto mengatakan penurunan ekspor Indonesia pada Mei 2015 ini menjadi sebuah indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi di atas 4,7 persen pada kuartal kedua yang dicanangkan pemerintah belum terlihat.
"Saya melihat secara umum tanda-tanda pemulihan ekonomi untuk menuju ke pertumbuhan di atas 4,7 persen pada kuartal kedua belum kelihatan," ujar Eko kepada ROL, Selasa (16/6).
Ia menilai penurunan dari segi ekspor menjadi indikator awal jika ingin berbicara pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua. Eko melanjutkan, penyebab utama dari menurunnya ekspor Indonesia lantaran sisi pertumbuhan ekonomi global belum menunjukan adanya pemulihan.
Meski begitu, Eko melihat dari sisi ekspor ternyata ekspor non migas ke AS justru menjadi yang terbesar, dan hal ini menunjukan perekonomian AS mulai pulih. Namun, lanjutnya, hal ini tidak diikuti oleh negara lain yang menjadi mitra dagang utama Indonesia seperti Cina dan Jepang.
"Negara-negara mitra dagang utama kita yang lain ekonominya enggak pulih-pulih seperti Cina yang pertumbuhan ekonominya turun dari eskpektasi yang diproyeksikan mampu mencapai angka 7,5 persen tapi pada realisasinya cuma 7 persen," sambungnya.
Hal serupa, ia katakan, juga terjadi pada Jepang yang belum menunjukan tanda-tanda pemulihan ekonominya. Ia menyoroti sektor minyak nabati yang dikatakannya menjadi yang paling terpukul lantaran harga pasar internasional belum bagus akibat pertumbuhan ekonomi yang sedang turun.
Eko menambahkan, hal ini membuat demand dari minyak nabati berkurang dan harganya juga lebih rendah. Permintaan minyak nabati Indonesia sendiri yang terbesar datang dari AS dan India, namun ia menyayangkan perekonomian India tidak mampu menjadi 'bumper' bagi Indonesia untuk dongkrak ekspor ini.
"Artinya sebetulnya adalah secara umum kenapa kinerja ekspor-impor turun, karena refleksi dari dinamika global yang belum pulih," terang Eko.
Sementara dari sisi impor yan juga mengalami penurunan, Eko mengatakan hal tersebut tidak selalu menjadi sebuah dampak positif. Ia menilai penurunan impor dapat merefleksikan bahwa adanya penurunan kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam negeri. Selain itu, penurunan impor juga dapat menjadi indikasi bahwa daya beli masyarakat Indonesia saat ini ikut menurun.
Mengatasi penurunan ganda dari sektor dan impor, ia menyarankan pemerintah untuk melihat kembali pasar yang ada di luar karena meski perekonomian global sedang melesu tidak berarti semuanya melesu.
"Ada AS yang mulai pulih, India yang pertumbuhannya masih positif, bagus, dan lebih tinggi dari ekspektasinya, serta beberapa negara lain di asean yang walaupun kena imbas ekonomi global tapi pertumbuhannya masih cukup bagus," lanjutnya.