EKBIS.CO, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan sedang intensif berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, untuk menangani tax crime di sektor pengusahaan perikanan. Hal ini, kata Susi, sebagai upaya memberantas penangkapan ikan ilegal dari hulu ke hilirnya.
“Semua data yang kita dapat dari analisis dan evaluasi, kita geser ke Kemenkeu dalam hal ini DJP,” ujar Susi, Senin (22/6).
Susi mengungkapkan, sebanyak lima group besar perusahaan perikanan yang telah cukup lama beroperasi di Indonesia, terancam tak bisa lagi melanjutkan usahanya. Sebab, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) segera akan mencabut Surat izin Kapal Penangkap Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), bahkan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).
Dia menuturkan, yang perlu diketahui juga oleh publik adalah pelanggaran bukan hanya menangkap ikan tanpa SIPI dan SIKPI. Akan tetapi, pelanggaran itu juga berarti ketidakbenaran dalam hal pelaporan Laporan Kegiatan Usaha (LKU).
“Bila tidak sesuai, itu juga termasuk pelanggaran berat, karena implikasinya dengan perpajakan. Kebanyakan dari kapal asing di atas 30GT, selain melakukan illegal fishing juga melakukan unreported and unregulated fishing. Dan juga melanggar LKU dengan banyaknya pelaporan tidak benar,” kata Susi.
Salah satu grup perusahaan perikanan besar yang akan dicabut izinnya oleh KKP yaitu PT Dwikarya Reksa Abadi di Wanam (Papua). Susi mengatakan, grup ini memiliki ratusan kapal ikan, namun yang berizin hanya 68 kapal. Buktinya, sepanjang 28 Februari 2015 hingga 6 Maret 2015 lalu sudah hampir 200 kapal milik grup ini ‘lari’ ke Papua Nugini. “Pelaporan LKU-nya hanya Rp 179 miliar,” imbuh Susi.
Kasus PT Dwikarya Reksa Abadi menjadi salah satu bukti pelanggaran atau dugaan terjadinya tax crime. Susi menegaskan, pemberantasan penangkapan ikan ilegal bukan berarti hanya menyelamatkan kekayaan alam di laut Indonesia, namun juga mengantisipasi kerugian negara.
“PT Dwikarya Reksa Abadi ada 200 kapal. Mereka selama ini mencuri ikan, solar dari kita juga. Kemudian datanya tidak kita dapat. LKU yang dilaporkan hanya yang mereka mau laporkan. Pelanggarannya banyak. Kapal tidak ada bill of sales, banyak yang duplikasi, dan sebagainya,” lanjut Susi.