EKBIS.CO, JAKARTA --Tawaran pembiayaan Bank Pembangunan Islam (IDB) dalam rancangan kerja sama strategis jangka menengah negara anggota (MCPS) bagi Indonesia sebesar lima miliar dolar AS dinilai strategis. Selain hanya memberi pembiayaan, Pemerintah Indonesia juga tidak didikte.
Direktur Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Islam (CIBEST) IPB Irfan Syauqi Beik mengatakan, dibanding bersepakat dengan lembaga pembiayaan internasional lain yang banyak mengajukan syarat, lebih baik jika Indonesia memanfaatkan fasilitas IDB.
Selain menggunakan skim syariah, dari pengalamannya, Irfan menyatakan pembiayaan IDB pun hanya berupa dana. Sementara sumber daya diutamakan dari negara penerima pembiayaan.
"Peluang dari IDB ini laik ditangkap, kalau belum mampu membiayai pembangunan dari sumbe. Dibanding diatur negara lain. Masyarakat juga masih percaya pemerintah tidak punya agenda tersembunyi dengan lembaga lain," tutur Irfan, Selasa (30/6).
Tapi semua tergantung pada pemerintah. Tentu tawaran IDB harus diselaraskan dengan kepentingan negara yang sesuai amanat pembangunan. Pemerintah perlu berkoordinasi karena program-program pembangunan terpencar di beberapa kementerian.
Irfan menyarankan, ketika IDB menawarkan volume pembiayaan ini, porsi dana hibah juga harus diminta diperbesar terutama untuk peningkatan kapasitas SDM pendidikan, pengelola zakat wakaf dan pengembangan teknologi lembaga keuangan mikro syariah.
"Jadi fasilitas pembiayaan komersil untuk pembangunan infrastruktur. Hibah bisa untuk pengembangan zakat wakaf," ungkap dia.
Pada tahun lalu, IDB menyalurkan dana 12-15 juta dolar AS untuk untuk optimalisasi aset wakaf dengan mendirikan bangunan produktif di atas tanah wakaf.
Sebagai pegiat zakat, Irfan mengatakan salah satu fokus dalam MCPS ke dua ini juga adalah pembetukan lembaga zakat internasional yang sedang diperjuangkan untuk bisa bermarkas di Indonesia.
"Dalam Islamic Inklusif Financial Services Board yang sedang dirumuskan, keterlibatan IDB jadi keharusan dan IDB sudah berkomitmen untuk membantu lahirnya lembaga ini," kata Irfan.
Terkait operasional lembaga ini, Irfan mengatakan IDB bisa menempatkan wakaf uang di-treasury BI, misalnya 10 juta dolar AS saja. Hasil investasinya digunakan untuk operasional lembaga ini. Komitmen lisan dan tulisan sudah ada dari IDB, tinggal realisasinya.
"Kami berharap ada koordinasi antara BI dan Bappenas juga soal ini, jangan sampai Bappenas tidak mengetahui karena pintunya di sana. Informasinya harus jelas," jelas Irfan.
Akademisi dan Peneliti Ekonomi Syariah STEI SEBI Azis Budi Setiawan mengatakan, kerja sama IDB dengan Indonesia ini strategis untuk untuk kedua pihak. Tawaran lima miliar dolar AS ini bagus di tengah banyaknya proyek infrastruktur yang dicanangkan pemerintah.
"Kebutuhan dananya besar. Bagaiamana keuangan syariah terlibat dalam pembangunan," kata Azis.
Cina sendiri sudah menyiapkan 50 miliar dolar AS untuk diinvestasikan dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur Indonesia.
Kebutuhan pembangunan infarstruktur nasional mencapai Rp 2000-3000 triliun, dana dari APBN hanya Rp 300 triliun dan BUMN sekitar Rp 80 triliun.
"Kebutuhannya memang besar, itu sebabnya tawaran ini bagus dan harus dimanfaatkan. Sudah saatnya keuangan syariah ikut dalam pembangunan," kata Azis.
IDB dan Indonesia tengah menyusun MCPS 2015-2019 untuk sektor prioritas seperti keuangan Islam, zakat dan wakaf, kerja sama Selatan-Selatan dan triangular, kerja sama publik dan swasta, serta infrastruktur dan pendidikan tinggi. IDB menawarkan fasilitas pembiayaan hingga lima miliar dolar AS.