EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia melonggarkan kebijakan makroprudensial melalui penyesuaian kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM). Penyesuaian ketentuan tersebut dilakukan dengan mengikutsertakan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank ke dalam perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) kebijakan GWM-LDR.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan, pelonggaran LDR akan berdampak secara langsung pada ekspansi perbankan. “Bagi perekonomian, itu berarti bisa menambah kredit di market, berarti pertumbuhan ekonomi bisa lebih bagus,” kata Rohan saat dihubungi Republika, Ahad (5/7).
Menurutnya, komponen surat berharga (obligasi) yang dimasukkan ke dalam perhitungan LDR bisa menjawab masalah likuiditas perbankan. Jika likuditas ketat maka masih bisa menggunakan surat berharga untuk menambah likuiditas. Rohan menyebutkan LDR Bank Mandiri per Mei 2015 di kisaran 86-88 persen. Sedangkan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) bruto (gross) di bawah 2 persen dan NPL net 0,8 persen.
Ketentuan tersebut dinilai cukup melonggarkan bank untuk berekspaksi lagi di tengah perekonomian saat ini. Ketentuan tersebut juga bisa mengantisipasi likuiditas ketat seperti tahun lalu agar perekonomian tidak stagnan.
Dia menambahkan, dengan pelonggaran tersebut diharapkan bisa mendorong pertumbuhan kredit yang melambat. Sebab, bank memiliki ruang untuk menambah ekspansi. “Tinggal bank-bank memilih portofolio apa yang ingin mereka berikan sesuai dengan kondisi bank masing-masing,” ujarnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia, pertumbuhan kredit per Mei 2015 tercatat 10,3 persen (yoy) atau sama dengan April 2015. Pada awal tahun Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan kredit di kisaran 15-17 persen (yoy). Namun, pertumbuhan kredit direvisi menurun di kisaran 11-13 persen.
Sedangkan Bank Mandiri pada awal tahun menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 15-17 persen. Rohan optimistis pertumbuhan kredit Bank Mandiri bisa mencapai batas bawah 15-17 persen. Hingga April 2015, Bank Mandiri menyalurkan kredit sebesar Rp 480,04 triliun atau tumbuh 14,3 persen (yoy). Menurut Rohan, penyaluran kredit pada semester II-2015 difokuskan pada kredit mikro, infrastruktur, konsumer khususnya kredit kepemilikan rumah (KPR) primer dan kredit retail.