Jumat 10 Jul 2015 06:50 WIB

ILO: Buruh Indonesia Masih Dibayar Dibawah Upah Minimum

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Demo Buruh. Massa buruh berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (10/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Demo Buruh. Massa buruh berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (10/12).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengadakan riset mengenai tren sosial ketenagakerjaan di Indonesia selama 2014-2015. Hasilnya, masih banyak buruh yang dibayar dibawah upah minimum provinsi (UMP) dan tidak ada keterkaitan antara produktivitas dan kenaikan gaji.

Ekonom Pasar Kerja ILO Indonesia dan Timor Leste Emma Allen mengatakan, penelitian kali ini dilakukan untuk meningkatkan informasi tren sosial ketenagakerjaaan. Riset laporan kali ini dilakukan dengan kerja sama dengan pemerintah dan pengusaha yaitu Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Hasilnya, kata dia, 60 persen upah reguler pekerja pada 2014 masih dibawah upah minimum provinsi (UMP). Mereka hanya mendapatkan upah Rp 1,4 juta per bulan, padahal upah rata-rata Rp 1,9 juta.

“Jadi, cukup jauh bedanya. Banyak pekerja yang tidak menerima upah minimum,” katanya saat pemaparan peluncuran Laporan Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia 2014-2015 bertema 'Memperkuat Daya Saing dan Produktivitas Melalui Pekerjaan Layak', di Jakarta, Kamis (9/7).

Fakta lain yang terungkap adalah satu diantara tiga pekerja menerima upah rendah. Pekerja wanita juga menerima gaji yang rendah, kurang lebih 2/3 upah median. Di Februari 2015 sebanyak 51,7 pekerja reguler menerima upah dibawah ketetapan UMP.

Belum lagi, perusahaan mengajukan penundaan upah minimum.  Yang juga menjadi tantangan pertunbuhan upah di Tanah Air, kata dia, adalah upah minimum semakin meningkat lebih cepat dibandingkan upah rata-rata.

Kemudian, kata dia, relasi antara kenaikan produktivitas kerja dan peningkatan gaji tidak terkait. Hanya pekerja di perusahaan besar dan menengah yang mampu meningkatkan gaji dengan bertambahnya produktivitas kerja.

Hasil studi riset lainnya, ada beberapa hambatan dilakukannya usaha bisnis perusahaan di Tanah Air. Pertama, instabilitas makroekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi yang melambat membuat pengusaha prihatin. Kedua yaitu transportasi. Ketiga, persoalan listrik. Keempat izin usaha pemerintah daerah kepada pengusaha. Kelima, ketidakpastian aturan dan kebijakan ekonomi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement