EKBIS.CO, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Oil Country Tubular Goods (OCTG) and Accessories Soelasno Lasmono mengatakan, permintaan industri pipa migas saat ini semakin lesu. Hal ini disebabkan oleh turunnya harga minyak dan gas dunia sehingga kegiatan pengeboran berkurang.
"Kondisi seperti ini akan makin parah apabila tidak ada peraturan pemerintah yang melindungi produksi dalam negeri," ujar Soelasno di Jakarta, Selasa (28/7).
Menurunnya industri pipa migas sudah dirasakan sejak 1,5 tahun lalu. Kebutuhan pipa yang biasanya sekitar 200 ribu ton per tahun, saat ini turun di bawah sepuluh persen. Soelasno mengatakan, dari 12 perusahaan yang tergabung dalam asosiasi tersebut belum ada yang memutuskan untuk merumahkan karyawannya. Bahkan, di antara mereka terpaksa harus nombok agar tetap bisa menghidupi karyawannya.
"Kami meminta kepada pemerintah agar memberikan insentif untuk pengeboran eksplorasi, mumpung harganya murah," kata Soelasno.
Dengan diaktifkannya pengeboran eksplorasi, maka permintaan pipa migas akan tetap ada sehingga industrinya bisa terus bergerak. Menurut Soelasno, pipa migas Indonesia masih sulit untuk di ekspor karena kalah dengan pemain-pemain besar seperti Cina, Jepang, Argentina, dan Meksiko. Selain itu, bahan baku yang digunakan juga masih sepenuhnya impor karena belum diproduksi di dalam negeri.
Soelasno meminta kepada pemerintah, terutama Kementerian ESDM dan SKK Migas agar memberikan insentif untuk K3S yang mempunyai kontrak fase eksplorasi. Menurutnya, eksplorasi harus terus bergerak dan diberikan kemudahan peraturan. Selain itu, dia juga mengusulkan agar permasalahan ini bisa dibawa ke rapat kabinet dan diharapkan antar kementerian dapat mengeluarkan kebijakan yang adil.
"Kita masih bisa bertahan selama dua tahun, kalau sampai dua tahun ke depan tidak ada perubahan maka kita akan totally close," kata Soelasno.