Sebagai Menko Perekonomian, misalnya, dia memimpin Delegasi RI pada sidang Consultative Group for Indonesia (CGI), di Tokyo, Jepang. Saat itu, untuk pertama kalinya, Mafia Berkeley–julukan kelompok ekonom UI yang dikomandani Widjojo Nitisastro– tidak disertakan dalam forum Sidang CGI. Meski tanpa disertai Widjojo, tim ekonomi yang dipimpin Rizal Ramli berhasil mendapat komitmen bantuan alias utang luar negeri baru sebesar 4,8 miliar dolar AS plus hibah 500 juta dolar AS lebih.
Prestasi ini belum pernah dicapai tim-tim ekonomi Indonesia sebelumnya. Bahkan fakta itu sekailgus mematahkan mitos, bahwa tanpa tim Widjojo dan Tim Mafia Berkeley, Indonesia akan menelan kegagalan dalam forum-forum internasional.
Ketika menjadi Menko Perekonomian, Rizal Ramli yang dikenal kritis sejak mahasiswa itu juga berhasil menyusun letter of intent (LoI) secara mandiri. Untuk pertama kalinya, LoI disusun berdasarkan kebutuhan pemerintah dan bangsa Indonesia, tanpa didikte oleh International Monetary Fund (IMF). Bukan rahasia lagi, bahwa IMF sering dititipi berbagai kepentingan bisnis dari para kapitalis asing.
Kendati menjabat dalam periode singkat (2000-2001) di pemerintahan, sejumlah keputusan terobosan penting dan strategis telah diambilnya. Beberapa di antaranya adalah, merivisi APBN 2001 dengan tempo supercepat, yaitu hanya dua hari. Rizal Ramli juga berhasil meningkatkan efisiensi Bulog dan merampingkan 119 rekening off budget menjadi hanya 9 rekening.
Tangan dingin anggota tim panel ahli ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa bersama tiga peraih nobel ekonomi itu juga berhasil menyelamatkan PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dari kebangkrutan. Hebatnya lagi, operasi penyelamatan tersebut tanpa sedikit pun menyuntikkan dana pemerintah.