EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah semakin terpuruk mencapai Rp 14.100 per dolar AS. Berdasarkan Bloomberg Dollar Index, rupiah ditutup di level Rp 14.133 per dolar AS pada Rabu (26/8), melemah 0,56 persen atau 79 poin dari penutupan Selasa (25/8) di level Rp 14.054 per dolar AS.
Sedangkan menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah di level Rp 14.102 pada Rabu atau melemah 35 poin dibandingkan Selasa di level Rp 14.067 per dolar AS.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, Indonesia belum bisa dikategorikan krisis seperti tahun 19898 meskipun nilai tukar rupiah mengalami depresiasi cukup dalam.
Sebab, indikator ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi dinilai masih positif. Selain itu, cadangan devisa Indonesia sebesar 107,55 miliar dolar AS dinilai masih cukup besar untuk melakukan intervensi terhadap nilai tukar.
Namun, persoalan menjadi lebih rumit karena adanya gejolak global dari Amerika Serikat, Uni Eropa dan Cina, serta kondisi domestik di mana neraca transaksi berjalan masih defisit. "Untuk jangka pendek, pertengahan bulan September nanti menjadi titik krusial seiring diadakannya FOMC oleh The Fed di tanggal 16-17 September," ujarnya, Rabu (26/8).
Menurutnya, kepastian the Fed menaikkan atau tidak menaikkan suku bunga akan terus membuat rupiah berfluktuasi. Setelah ada hasil FOMC, lanjutnya, kemungkinan gejolak nilai tukar sedikit reda.
Meski demikian, data-data ekonomi domestik masih sangat menentukan potensi gejolak nilai tukar. Eko menyebut, rupiah akan sulit kembali ke angka Rp 12 ribu per dolar AS jika neraca transaksi berjalan masih defisit. Namun, jika ekspor tumbuh meningkat akan memberi sentimen positif bagi rupiah.