EKBIS.CO, BOGOR -- Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Prof Purwiyatno Hariyadi mengataan, kondisi keamanan pangan dunia masih memprihatinkan. Padahal, keamanan pangan adalah prasyarat dasar produk pangan.
Sehingga penjaminan keamanan pangan harus melekat pada upaya pemenuhan kebutuhan pangan. Tidak relevan berbicara kuantitas dan kualitas pangan, jika pangan tersebut tidak aman.
Kondisi memprihatinkan ini nampak berdasarkan laporan World Health Organization (WHO). Pada laporan WHO di 2015, terdapat sekitar dua juta korban meninggal setiap tahunnya akibat pangan tidak aman. Di Amerika Serikat, pangan tidak aman setiap tahunnya menyebabkan lima ribu orang meninggal, 76 juta orang jatuh sakit dan 325 ribu orang harus dirawat di rumah sakit.
Lalu bagaimana dengan Indonesia, ternyata menurut dia kondisi keamanan pangan juga masih memprihatinkan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI melaporkan bahwa setiap tahun permasalahan keamanan pangan menyebabkan kematian sebayak 2.500 orang dan sebanyak 411.500 orang sakit.
“Kondisi keamanan pangan Indonesia ini tidak berubah dengan kondisi ketika saya baru masuk kuliah, sekitar tahun 80-an. Artinya ada masalah pengelolaan." tutur dia dalam orasi berjudul “Tantangan Ganda Keamanan Pangan di Indonesia: Peranan Rekayasa Proses Pangan”, Sabtu (29/8).
Satu hal yang lebih mengkhawatirkan adalah permasalahan ini terjadi pada Industri Kecil Menengah (IKM), dan IKM pangan ini memiliki kuantitatif paling besar. Masyarakat Indonesia terpapar dengan makanan yang potensial berbahaya.
Artinya menurut dia, Indonesia mengalami dua tantangan keamanan pangan. Pertama berasal dari tantangan keamanan domestik sementara berikutnya berasal dari global.
Tantangan pertama, IKM kita modalnya lemah dan tidak mampu meng-upgrade fasilitas industrinya, misal tidak punya akses air bersih. Banyak IKM kita tidak punya air bersih dan ingredient yang tidak aman, sehingga industri terpaksa menggunakan bahan-bahan yang tidak boleh digunakan, selain itu juga masalah sumberdaya manusianya.
Tantangan kedua, keamanan pangan muncul dari globalisasi perdagangan yang melahirkan tantangan baru. Semakin ketatnya standar internasional keamanan pangan, dimana batas-batas maksimum cemaran menjadi semakin kecil (fenomena “chasing zero”). Tantangan lainnya adalah berkaitan dengan pemalsuan pangan, atau kontaminasi yang disengaja (intentional contamination) dengan berbagai motifnya.
Tantangan ganda ini perlu dijawab dengan pembenahan sistem keamanan pangan nasional. Indonesia memiliki momentum bagus dengan adanya Undang-Undang Pangan No 18/2012 Tentang Pangan, yakni perlunya dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Lembaga ini hendaknya digunakan sebagai momentum pembenahan sistem keamanan pangan nasional termasuk kemungkinan adanya Otoritas Nasional Keamanan Pangan. Disamping itu, rekayasa proses pangan juga mempunyai peran penting untuk memberikan solusi bagi tantangan ganda keamanan pangan ini.
Terakhir, siapapun yang bergerak di bidang pangan, baik sebagai peneliti, industri, maupun regulator sebetulnya mempunyai misi mulia dan strategis yaitu menjamin keamanan pangan dan meningkatkan kualitas pangan sehingga akan berdampak pada meningkatnya kualitas kesehatan yang selanjutnya meningkatkan keaktifan dan produktivitas masyarakat.